Praktisi Hukum Stefanus Gunawan
“Aparat Lemah, Ormas Preman Tumbuh Subur dan Merajalela”
Selasa, 13 Mei 2025 | Dilihat: 690 Kali
Presiden Prabowo Subianto - Stefanus Gunawan, SH, M.Hum (foto istimewa)
JAKARTA, skandal.com –Jika organisasi masyarakat (Ormas) dibiarkan bertindak atau berperilaku premanisme, maka otoritas power negara ini bisa runtuh. Pembiaran akan menumbuh suburkan dan merajalela tindakan Ormas preman, yang pada akhirnya masyarakat resah dan dunia usaha jadi terganggu karenanya. Aparat tidak boleh lemah, harus tegas menghadapi Ormas pelanggar hukum, dan perusak norma-norma perikehidupan masyarakat.
“Ketegasan Presiden Prabowo Subianto dalam mengantisipasi tindakan Ormas yang merugikan dunia usaha dan meresahkan, adalah sebagai perwujudan negara hadir untuk menindak para pelanggar hukum yang mengatasnamakan Ormas,” ujar praktisi hukum senior Stefanus Gunawan, SH, M.Hum kepada wartawan, terkait pernyataan presiden terhadap preman di balik Ormas yang meresahkan masyarakat, Senin (12/5/2025).
Menurut Stefanus, lantaran pemerintah dan aparat hukum lemah tarhadap pelanggaran hukum yang dilakukan Ormas, sehingga mereka tidak merasa takut dan buntutnya adalah merajalelanya perilaku premanisme di tubuh organisasi tersebut.
“Masyarakat menilai, aparat hukum dan pemerintah seolah-olah melakukan pembiaran terhadap Ormas, atau menutup mata, sekalipun tindakannya diketahui melanggar hukum. Yakni, memalak, memeras, mengintimidasi, intervensi, bahkan sampai tindakan penculikan dan penganiayaan. Yang mengkhawatirkan, Ormas preman tak jarang bentrok dengan Satpol PP. Lebih mengerikan lagi, nekad membakar mobil polisi. Penyakit sosial ini memang tak bisa dibiarkan,” ungkap advokat yang menjabat Ketua DPC Jakarta Barat Peradi SAI.
Ditambahkan, sebenarnya tidak terlalu sukar jika pemerintah ingin menindak Ormas yang diketahui melanggar hukum, melanggar norma-norma perikehidupan masyarakat, atau melakukan perbuatan bersifat mengancam keutuhan negara. Sesuai ketentuan hukum, izin Ormas dapat dicabut, dan organisasinya dibubarkan. Seperti yang pernah dilakukan pemerintahan era Joko Widodo, Ormas Front Pembela Islam (FPI) izinnya dicabut dan dibubarkan.
“Izin Ormas bisa dicabut oleh pemerintah, jika diketahui melanggar hukum dan tidak sesuai dengan tujuan serta fungsinya. Hal ini sudah diatur dalam ketentuan UU No. 16 Tahun 2017 pengganti UU No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Masyarakat (UU Ormas). Namun begitu, ini tidak serta merta dilakukan, harus melalui proses administrasi dan hukum di pengadilan. Ormas itupun memiliki hak membela diri dan menyampaikan keberatannya,” jelas Stefanus tentang pemberhentian Ormas nakal.
Dikatakan, pada UU Ormas cukup jelas mengatur pendiriannya tidak boleh bertentangan dengan asas Pancasila, UUD 1945 serta ketentuan hukum lain yang berlaku. Dan pada hakekatnya, Ormas harus menjunjung norma etika, norma agama, norma adat/budaya dan lainnya.
Namun sayangnya, lanjut dia, sejuah ini pemerintah kurang bertindak tegas dalam hal pencabutan izin Ormas yang jelas-jelas melanggar hukum, dan bertentangan dengan norma-norma yang ada di masyarakat. Indikasi yang kerap dilakukan Ormas preman, yaitu bentrok dalam sengketa lahan, memeras pengusaha, menagih hutang, meneror operasional industri, intimidasi, penculikan disertai penganiayaan, dan perbuatan lain yang meresahkan masyarakat serta kalangan dunia usaha.
Perburuk Dunia Usaha
“Seperti diketahui, ulah Ormas preman banyak dikeluhkan pelaku binis. Tindakan itu merupakan gangguan dunia usaha, jika dibiarkan akan menjadi malapetaka, di mana investor akan malas berinvestasi, dan yang modalnya sudah ditanam, tidak tertutup kemungkinan dilarikan ke negara lain. Dengan kata lain, pembiaran premanisme akan menghilangkan kepercayaan para investor kepada pemerintah Indonesia,” kata alumnus magister hukum Universitas Gajah Mada (UGM) Jogyakarta.
Stefanus mengingatkan, kurang tegasnya pemerintah maupun aparat hukum dalam hal menangani Ormas preman tersebut, khususnya dalam konteks mengantisipasi gangguan terhadap investor, tentu akan perburuk dunia usaha. Dampaknya, investor akhirnya enggan menanamkan modalnya di negeri ini.
“Seharusnya investor mendapat perlindunga negara dari aksi premanisme Ormas. Berani menindak tegas. Jika aparat takut dengan Ormas, bagaimana dengan masyarakat, juga pengusaha. Akibat pembiaran aksi Ormas preman, yang notabene merugikan dunia usaha, dapat dipastikan investor mempertimbangkan kerjasamanya dengan pemerintah Indonesia,” kata Stefanus.
Advokat ini menegaskan, tindakan premanisme yang dilakukan Ormas dipastikan dapat menghambat investasi, mengurangi produktivitas, dan menciptakan ketidakpastian hukum, yang berdampak negatif pada iklim investasi.
“Dari informasi yang dilansir banyak media massa, bahwa ulah Ormas preman benar adanya telah menggangu dunia usaha. Mulai dari pemalakan pemilik usaha, intervensi proses penerimaan karyawan, Pungli, intimidasi dan pemerasan terhadap pengusaha, penguasaan dan penutupan pabrik secara sepihak,” papar Stefanus dengan menambahkan, jika tidak dilakukan tindakan hukum, maka investor luar negeri yang akan masuk ke Indonesia bakal takut melihat Ormas preman yang sangat mengerikan itu.
Pada bagian lain ditegaskan praktisi hukum ini, bagaimana mungkin investor mau berinvestasi kalau aparat penegak hukum dan pemerintah tidak bisa menjamin kemanan dunia usaha. Dan bagaimana masyarakat mau patuh hukum jika faktanya ulah Ormas preman yang terang-terangan melanggar hukum malah dibiarkan.
“Penyakit sosial ini tidak bisa tidak harus ditindak tegas, khususnya mereka atau para Ormas pelanggar hukum, melakukan teror dan intimidasi. Berikan mereka sanksi berat, bila perlu bubarkan keorganisasiannya. Dengan begitu masyarakat merasa aman, dan investor asing tak lagi merasa takut untuk membuka usahanya di Indonesia,” tutup Stefanus.
Seperti diketahui, setelah mendapat banyak laporan masyarakat, dunia usaha, keluhan pengusaha, terakhir pengaduan investor mobil listrik asal China terkait ulah premanisme Ormas, Presiden Prabowo geram dan merintahkan Kapolri, Jaksa Agung serta Panglima TNI bersinergi menumpas praktik tidak terpuji tersebut.
Menurut Kepala Divisi Humas Polri Irjen Sandi Nugroho, dalam hitungan hari setelah perintah presiden, jajaran Polda di seluruh Indonesia berhasil menuntaskan lebih dari 3000 kasus premanisme, baik yang dilakukan secara individu, kelompok maupun Ormas. Modus yang dilakukan umumnya Pungli, pemerasan, pemalakan, intimidasi, penguasaan lahan dan lainnya. Yang terindikasi kriminal akan diproses secara hukum. (HSE)