Tutup Menu

Hukum Jadi Panglima, Indonesia Emas Cepat Terwujud

Kamis, 07 November 2024 | Dilihat: 132 Kali
    
Oleh: Rene Putra Tantrajaya, SH., LLM. CIM (Advokat)

DALAM hitungan hari setelah plantikan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI masa jabatan 2024 – 2029 serta penetapan Kabinet Merah Putih, jajaran Kejaksaan melakukan gebrakan membongkar kasus dugaan korupsi di Jawa Timur, (Jatim), Sumatera Barat (Sumbar), serta menetapkan Thomas Trikasih Lembong (TTL), mantan Menteri Perdagangan masa bakti 2015-2016, sebagai tersangka kasus impor gula. 

Tindakan hukum yang dilakukan Kejaksaan Agung (Kejagung) RI di bawah pimpinan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin di awal pemerintahan Indonesia yang baru, sebagai bentuk tekad dan ketegasan Prabowo dalam hal mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa. 

Dengan menggerakan seluruh instrumen penegak hukum lainnya, maka segala bentuk kejahatan ekonomi yang merugikan keuangan negara akan diberantas tuntas. Tanpa pandang bulu, pelakunya, para koruptor, akan mendapat sanksi sesuai ketentuan hukum. Sepertinya, pemerintahan Prabowo-Gibran berkomitmen hukum menjadi panglima, sehingga tak ada lagi anggapan “tajam ke bawah, tumpul ke atas”.

Komitmen tersebut bagian dari harapan “Indonesia Emas”  agar lebih cepat terwujud. Degan begitu kemakmuran atas kemajuan perekonomian Indonesia bisa tercapai, dan kesejahteraan bisa dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia. Sebagaimana cita-cita para pejuang, pendiri, serta proklamator Indonesia.

Upaya penegakan hukum yang dilakukan Burhanuddin dan jajarannya diawal kinerja Kabinet Merah Putih, sebagai gambaran atas sikap keras dan tindakan tegas Presiden Prabowo yang tanpa kompromi dan tanpa toleransi dalam hal melawan segala bentuk kejahatan. 

Sikap keras dan ketegasan Prabowo dapat dipahami, mengingat latarbelakangnya adalah militer. Dan hal ini, tentu saja akan menjadi perhatian serius bagi para  menteri dan wakil menteri, kepala badan serta pejabat negara yang tergabung di dalam kabinet Merah Putih. Keseriusan itupun diwujudkan dengan gelar acara retreat pembinaan pembantunya selama tiga hari di Akademi Militer Magelang, Jawa tengah.

Dengan kata lain, retreat pembinaan tersebut menjadi simbol peringatan kepada para pembantu Prabowo agar di dalam menjalankan tugas kenegaraan hanya untuk kepentingan bangsa dan negara. Bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya. Oleh karena itu, hal  ini menjadi tantangan bagi anggota Kabinet Merah Putih untuk bekerja keras, jika tidak ingin diganti atau di reshuffle, dan bahkan dipenjara karena kejahatan korupsi.

Sudah saatnya pemerintahan Prabowo-Gibran menjadikan hukum sebagai panglima. Sikap dan ketegasan presiden secara konsisten dapat diwujudkan dalam penegakan hukum dengan menumpas seluruh bentuk kejahatan yang menghambat kemajuan bangsa, dan merongrong perekonomian negara.

Apabila konsisten dilakukan secara berkesinambungan selama setahun, maka hasilnya dapat dipastikan membawa Indonesia yang kaya akan sumber-alamnya, secara mandiri bisa diolah oleh anak bangsa. Dengan begitu bakal terwujud kemakmuran perekonomian yang notabene memenuhi kesejahteraan hidup seluruh rakyat Indonesia.

Tindak Tegas

Selain upaya Kejagung RI menindak tiga kasus dugaan korupsi di awal kerja Kabinet Merah Putih, tindakan hukum secara tegas tentunya juga dilakukan oleh Kepolisian, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap kejahatan seperti korupsi (gratifikasi/suap), Narkoba, judi online dan makelar kasus (Markus).

Seperti diketahui Markus dan korupsi adalah kejahatan yang terjadi di lingkungan peradilan maupun instansi lainnya. Tindak pidana ini selain melibatkan oknum pengacara, juga staf dan pejabat di instansi seperti: peradilan (pengadilan negeri, pengadilan tinggi, mahkamah Agung /MA), 

Kementerian Perdagangan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan PT.Taspen (Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri).

Tentu saja seluruh pelaku diambil tindakan tegas, yakni dijebloskan ke dalam penjara sebagai tersangka, dan selanjutnya diproses secara hukum oleh pengadilan.

Contohnya gebrakan Kejagung di awal pemerintahan Prabowo-Gibran, yakni terkait kasus dugaan penyuapan (gratifikasi) di Jatim melibatkan tiga oknum hakim Pengadilan Negeri Surabaya (PN Surabaya), yaitu: ED, M dan HH, serta mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), ZR. Ditambah oknum pengacara  berinisial LH. 

Penangkapan kelima pelaku gratifikasi tersebut dilakukan Tim Penyidik Pidana Khusus ((Pidsus) Kejagung pada Rabu (23 Oktober 2024) di Surabaya dan Jakarta. Atau tepatnya tiga hari setelah pelantikan Prabowo-Gibran.

Dugaan suap itu terkait putusan bebas terdakwa Gregorius Ronald Tannur (GRT) pelaku penganiayaan terhadap pacarnya, Dini Sera Afrianti, hingga tewas. Pihak Kejagung RI berhasil mengungkap ketidakberesan putusan bebas PN Surabaya, serta mengamankan uang tunai senilai Rp. 3,5 miliar yang telah diberikan kepada ketiga oknum hakim PN Surabaya.

Yang lebih menarik lagi pada kasus gratifikasi ini, Kejagung berhasil mengungkap temuan uang tunai dan logam mulai di rumah ZR senilai hampir satu triliun. Patut diduga harta itu hasil Markus ZR selama ini.

Selanjutnya, pada hari yang sama, Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat (Kejati Sumbar) menetapkan 11 dari 12 tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan lahan pembangunan tol Padang-Pekanbaru yang telah merugikan keuangan negara sebanyak Rp. 27 miliar. Satu pelaku di antaranya meninggal dunia.

Dan sembilan hari kemudian, tepatnya pada 29 Oktober 2024, Kejagung  menetapkan mantan Mendag TTL atau lebih akrab dipanggil Tom Lembong, sebagai tersangka dugaan korupsi impor gula senilai Rp. 400 miliar, karenanya disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor. jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. karena memberi izin impor gula putih, sementara stok gula nasional berlimpah.  

Dalam kaitan contoh tiga kasus korupsi di atas, muncul pertanyaan kenapa proses hukumnya ditangani oleh Kejaksaan, bukan KPK. Lebih khusus lagi kasus yang melibatkan TTL, dimana kerugian negara mencapai ratusan miliar rupiah. Apakah Prabowo sudah kurang percaya terhadap lembaga anti-rasuah tersebut?

Persoalannya, bukan terletak pada percaya atau tidak terhadap KPK. Karena kebetulan sekali kasus dugaan gula impor itu terendus oleh BPK jauh sebelum Prabowo jadi presiden. Temuan itu kemudian dilaporkan kepada Kejagung untuk diproses hukum.

Sepertinya Jaksa Agung Burhanuddin berusaha menjadikan hukum sebagai panglima dipemerintahan Prabowo-Gibran dengan tindakan penetapan TTL sebagai tersangkanya sesaat pelantikan presiden/wakil presiden dan pengukuhan anggota Kabinet Merah Putih.  Termasuk dua kasus lainnya itu.

Proses penegakan hukum yang menjadi komitmen Presiden Prabowo guna menepati janjinya untuk memperkuat reformasi politik, hukum, birokrasi serta pencegahan dan pemberantasan korupsi, Narkoba, Penyelundupan dan Judi Online. Diketahui, bahwa kejahatan itu telah merugikan keuangan negara dan menghambat kemajuan bangsa Indonesia.
 

Dapatkan Info Teraktual dengan mengikuti Sosial Media TabloidSkandal.com