Putusan KKEP Banding
Praktisi Hukum: Ferdy Sambo Pantas Dipecat Tidak Hormat
Selasa, 20 September 2022 | Dilihat: 532 Kali
Ferdy Sambo - Advokat Toba Siahaan - Prof. Dr. Suhandi Cahaya
Penulis : H. Sinano Esha
JAKARTA – Tabloidskandal.com ll Pimpinan sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) Banding Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Polri Komjen Agung Budi Maryoto menyatakan, menolak permohonan banding mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Irjen Frdy Sambo terkait tewasnya Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. Senin (19/9/2022).
Putusan banding tersebut telah menentukan nasib karir Ferdy Sambo, yakni pemberhetian tidak dengan hormat (PTDH) sebagai anggota Polri. Dan bersifat final dan mengikat.
Pada sidang banding tersebut, tidak dihadiri Ferdy Sambo maupun kuasa hukumnya. Meskipun begitu, tak menghambat proses sidang mengingat Peraturan Polisi (Perpol) No. 7 Tahun 2022 tidak kewajiban menghadirkan pelanggar etik.
“Putusan banding ini sifatnya final dan mengikat, sudah tidak ada lagi upaya hokum, karena ini upaya hukum terakhir,” jelas Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadiv Humas) Polri Irjen Dedi Prasetyo kepada wartawan, Senin (19/9/2022).
Diingatkan, sebagaimana Peraturan Polisi (Perpol) No. 7 Tahun 2022, sebelumnya TimKKEP Banding telah melakukan pemeriksaan dan meneliti berkas banding yang diajukan Ferdy Sambo, di antaranya meriksa pendahuluan, persangkaan dan penuntutan, nota pembelaan, putusan sidang KKEP dan memori banding.
Pantas Dipecat
Berkaitan pemecatan tidak hormat Ferdy Sambo, advokat senior Surabaya Toba Siahaan, SH menyatakan, sepantasnya mantan Kadiv Propam Polri itu dipecat secara tidak hormat.
Apapun alasannya, kata Toba, sangat tidak etis anggota polisi yang mengerti hukum melakukan pelanggaran hukum secara berencana. Dan berupaya menghilangkan tindakan pidana yang dilakukan.
“Apalagi pelakunya jenderal bintang dua, yang seharusnya menjadi panutan. Bukan menjadi contoh buruk bagi anggota polisi di bawahnya,” kata mantan wartawan hukum pada Koran Sinar Pagi terbitan Jakarta era 1980an.
Menurutnya, kasus Ferdy Sambo harus menjadi pelajaran bagi anggota polisi di negeri ini. Terutama mereka para jenderal, petinggi di instasi Kepolisian, agar berpikir panjang sebelum bertindak yang sifatnya melanggar etika profesi dan pidana.
“Sangat disayangkan, karir yang dibina dari bawah hancur lantaran emosi berlebihan, dank arena nafsu sejenak. Sebaiknya, berpikirlah dahulu sebelum bersikap maupun bertindak,” saran Toba, praktisi hokum yang banyak menangani perkara pidana dan perdata di kawasan Jawa timur.
Selain sanksi bagi Ferdy Sambo, lanjut Toba, secara tidak langsung anak-anaknya pun mendapat imbas dari perbuatan tersebut. Khususnya terkait dengan tekanan psikologis.
“Sanksi kejiwaan lebih berat dari sanksi fisik. Jika tak kuat menahan beban yang dialaminya, bukan mustahil jiwanya bisa terganggu,” sebutnya.
Pernyataan serupa juga disampaikan Prof. Dr. Suhandi Cahaya, SH, MH, MBA, praktisi hokum yang juga guru besar di beberapa perguruan tinggi nasional dan internasional.
Menurut profesor hukum ini, majelis kode etik yang mengadili ferdy Sambo adalah penjaga “gawang” atas pelanggaran profesi yang dilakukan oknum di jajaran instansi Kepolisian.
“Mereka itu adalah majelis etik, para penjaga gawang yang notabene tak bisa direkayasa oleh siapapun. Pertimbangan hukumnya tak bisa dipatahkan,” kata Prof. Dr Suhandi Cahaya kepada Tabloidskandal.com melalui jaringan seluler, Selasa (20/9/2022)
Pemecatan secara tidak hormat, lanjutnya, sudah sepantasnya diberikan kepada anggota polisi yang terbukti melanggar etika profesi. Seperti yang diberikan kepada Ferdy Sambo.
“Jika terbukti adanya pelanggaran etika profesi, sekalipun yang melanggar banding, putusan majelis banding yang mengadili akan megikuti putusan KKEP sebelumnya,” katanya.
Obstruction of Justice
Masih menurut Toba Siahaan, berkaitan dengan dugaan pembunuhan berencana dan upaya menghalangi penyidikan (obstruction of justice) atas tewasnya Brigadir J di rumah dinas Ferdy Sambo di kawasan Duren Tiga, Jakarta Timur (8 Juli 2022), diharapkan mendapat hukuman maksimal.
“Sanksi hukuman maksimal sebagaimana ketentuan Pasal 340 KUHP, menurut hemat saya, cukup pantas diberikan kepada Ferdy Sambo. Sanksi inipun harus menjadi pelajaran bagi para petinggi polisi, mulai dari level Kapolsek maupun pimpinan di instansi polisi,” ujarnya mengingatkan jajaran Kepolisian.
Seperti diketahui, Brigadir J tewas ditembak Bharada Richard Eliezer atau Bharada E atas perintah Ferdy Sambo. Selain dua anggota polisi itu jadi tersangka, tiga orang lagi telah ditetapkan Mabes Polri sebagai tersangka, di antaranya: Kuat Ma’ruf (Supir), Putri Candrawathi (istri Ferdy Sambo) dan Bripka Ricky Rizal (Bripka RR).
Dan perihal kasus obstruction of justice, puluhan anggota polisi yang diduga turut serta berupaya menghalangi penyidikan atas tewasnya Brigadir J telah diperiksa oleh Tim Khusus besutan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Dan di antaranya ada dikenakan sanksi pelanggaran etika profesi polisi.