Awas, Muncul Kesaksian Palsu Di Sidang Pembunuhan Brigadir J
Jumat, 04 November 2022 | Dilihat: 638 Kali
Terdakwa Ferdy Sambo Di Tengah Pengawalan Petugas Kejaksaan - Advokat Rene Putra Tantrajaya (foto istimewa)
Pelapor : H. Sinano Esha
JAKARTA – Tabloidskandal.com ll Advokat Ronny Talapessy, kuasa hukum terdakwa Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu (Bharada E) meminta Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) yang mengadili kasus pembunuhan berencana Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) agar saksi Susi, asisten rumah tangga (ART) Ferdy Sambo-Putri Candrawathi, dijadikan tersangka karena diduga kesaksiannya palsu.
Permintaan itu disampaikan di tengah persidangan kesaksian Susi yang dianggap berbeda dengan keterangannya di berita acara pemeriksaan (BAP) polisi. Dan jaksa penuntut umum (JPU) juga menduga penjelasan saksi pada persidangan 31 Oktober 2022 tersebut palsu.
Namun, majelis hakim tak segera mengabulkan permintaan advokat Ronny Talapessy, masih menunggu keterangan saksi Susi pada persidangan kasus yang sama dengan terdakwa berbeda. Jika masih berubah-ubah, akan diambil tindakan.
Artinya, jika pada sidang kesaksian berikutnya tak sesuai BAP di persidangan, berubah-ubah, maka saksi ART keluarga Ferdy Sambo itu bakal terancam pidana tujuh tahun penjara, sebagaimana diatur dalam Pasal 242 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), lantaran memberikan keterangan palsu di persidangan.
Terkait proses hukum kasus pembunuhan Brigadir J, muncul pertanyaan apakah mungkin sebagian besar saksi yang dihadirkan di persidangan sama persis dengan kesaksian Susi, tak sesuai keterangannya di BAP Persidangan, berubah-ubah. Jika itu yang terjadi, maka drama di awal penyelidikan polisi akan kembali terulang di persidangan.
Hal itu yang dipertanyakan publik, apakah persidangan yang melibatkan Ferdy Sambo dkk bakal diwarnai drama pelintiran sebagaimana ketika pada tahap penyelidikan awal polisi. Dan ada rasa khawatir masyarakat kalau proses hukum di pengadilan dibayangi skenario agar hukuman bagi para terdakwa ringan.
Seperti diketahui, saat ini PN Jaksel telah menggelar sidang kasus tersebut secara terpisah. Yakni, kasus dugaan pembunuhan berencana dan dugaan menghalangi proses peradilan, atau obstruction of justice.
Adapun kasus pembunuhan berencana melibatkan Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Richard Eliezer Pudihang Lumiu (Bharada E), Ricky Rizal Wibowo (Bharada RR) dan Kuat Ma’ruf. Mulai di gelar pada 17 Oktober 2022.
Sementara sidang dugaan menghalangi proses peradilan mulai di gelar pada 19 Oktober 2022. Dalam kasus ini yang terlibat tujuh perwira polisi: Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Baiquni Wibowo, Arif Rahman Arifin, Chuck Putranto, Irfan Widyanto dan Ferdy Sambo.
Jadi, wajar jika masyarakat khawatir muncul rekayasa di persidangan, sebagaimana halnya rekayasa di proses awal penyelidikan seperti upaya menghilangkan atau merusak barang bukti. Di antaranya, merusak kamera pengawas (CCTV) di lokasi perkara, dugaan tindakan suap dan menembakan secara sengaja dinding rumah yang jadi tempat perkara.
Peran Saksi
Menurut advokat muda Rene Putra Tantrajaya, bisa saja hal itu terjadi, yakni skenario di dalam proses persidangan. Umumnya, para pemerannya adalah oknum saksi pada saat memberi kesaksian di hadapan majelis hakim yang mengadili perkara. Berikutnya adalah merekayasa barang bukti yang diperlihatkan di dalampersidangan.
“Skenarionya, oknum saksi memberikan keterangan palsu, serta perlihatkan bukti-bukti yang sudah direkayasa. Jika hakim dan jaksa sudah dipengaruhi, maka proses persidangan tak ubahnya pentas drama,” papar alumni strata dua Leeds Beckett University United Kingdom (Inggris) jurusan International Business Law (2014-2015).
Dikatakan, sebagaimana Pasal 184 ayat (1) Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), keterangan saksi merupakan alat bukti sah secara hukum.
“Adapun saksi itu sendiri, menurut Pasal 1 angka 26 KUHAP, adalah orang yang memberikan keterangan dalam hal kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan. Tentunya terkait yang didengar, dilihat dan dialaminya sendiri oleh saksi,” jelas Rene.
Sekalipun, lanjutnya, keterangan saksi merupakan alat bukti yang sah dalam proses pengadilan, namun bukan berarti keterangannya dapat membuktikan terdakwa bersalah dan dapat dihukum. Justru malah bisa sebaliknya, menguntungkan bagi terdakwa.
“Jika keterangan saksi dan barang bukti sudah direkayasa, maka tidak tertutup kemungkinan majelis hakim akan meringankan hukuman, bahkan bisa membebaskan terdakwa dari tuntutan hukum. Mengingat tak ada yang memberatkan terdakwa,” kata Rene.
Sebaliknya, menurut dia, apabila seorang saksi dalam kesaksiannya yang ternyata palsu, dengan maksud memberatkan terdakwa atau agar dapat dihukum, maka saksi itu akan dikenakan sanksi pidana. Hal ini diatur dalam Pasal 242 KUHP.
Peran saksi, menurut advokat muda ini, sangat penting. Karena itu, setiap seorang menjadi saksi di persidangan, terlebih dahulu dilakukan sumpah sesuai agamanya.
“Jangan salah, meski sudah disumpah, ada saja saksi memberikan kesaksian palsu. Misalnya, keterangannya berubah-ubah, tak sesuai pemberkasan BAP di persidangan, sarat dengan kebohongan. Jika hal ini terjadi, majelis hakim biasanya menjadikan saksi tersangka,” papar Rene.
Dijelaskan lebih jauh, pada intinya keterangan saksi palsu itu adalah keterangan yang diberikan tak sesuai dengan bukti/fakta, atau kesaksian lain yang telah dikumpulkan hakim dalam proses persidangan.
“Sanksi pidana bagi saksi yang memberikan keterangan palsu cukup berat juga. Yakni, tujuh tahun dan Sembilan tahun penjara, sebagaimana diatur pada Pasal 242 KUHP ayat (1) dan ayat (2),” ungkap advokat muda yang saat ini tengah menangani perkara pengusaha tambang nasional berseteru degan pebisnis asal China di Sulawesi Selatan.
Untuk sanksi pidana, Rene merinci Pasal 242 ayat (1) dan ayat (2) yang bunyinya:
Barangsiapa dalam hal-hal yang menurut peraturan undang-undang menuntut sesuatu keterangan dengan sumpah atau jika keterangan itu membawa akibat bagi hukum dengan sengaja memberi keterangan palsu, yang ditanggung dengan sumpah, baik dengan lisan atau dengan tulisan, maupun oleh dia sendiri atau kuasanya yang istimewa ditunjuk untuk itu, dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun.
Jika keterangan palsu yang ditanggung dengan sumpah itu diberikan dalam perkara pidana dengan merugikan siterdakwa atau sitersangka, maka sitersalah itu dihukum penjara selama-lamanya sembilan tahun.
Karena itu, lanjutnya, kenapa saksi Susi yang dicurigai kesaksiannya palsu tak segera dinyatakan sebagai tersangka, hal ini lantaran hakim akan mengumpulkan bukti dan keterangan saksi lain. Kemudian akan dikonfrontir kepada Susi, setelah itu baru ditetapkan dinyatakan sebagai tersangka atau tidak.
Berkaitan dengan kasus pembunuhan Brigadir J, pengacara Rene Putra Tantrajaya mengingatkan kepada para saksi yang akan didengarkan keterangannya dipersidangan agar berkata jujur, supaya terhindar dari jeratan hukum ketika memberikan kesaksian palsu.