Oleh: M Jaya, SH, MH, MM – Advokat
Prolog:
Tulisan di bawah ini suatu apresiasi rekan advokat M Jaya, SH, MH, MM terhadap berita online Tabloidskandal.com bertajuk “Advokat Terjerumus Di Balik Kepentingan Klien” yang tayang pada 10 Oktober 2021, dan viral di kalangan advokat nasional.
Cukup menarik analisis yuridis yang dipaparkan rekan advokat M Jaya, baik secara keilmuan hukum maupun psilogis (berpotensi besar untuk dapat mempengaruhi keseharian profesi pengacara secara positif).
Sayang jika tidak disimak tulisan rekan advokat M Jaya ini.
Salam, H Sinano Esha _ Jurnalis
ANALISIS YURIDIS
Advokat tidak boleh menjanjikan bahwa Perkara Klien pasti menang. Sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 1 Angka 1 UU Advokat bahwa pengertian Advokat adalah orang yang berprofesi memberikan “jasa hukum”, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini.
Maka Advokat adalah profesi untuk memberikan jasa hukum kepada klien. Poinnya adalah “jasa hukum”. Memaknai apa yang dimaksud “jasa hukum” perlu merujuk kepada pengertian yang ditetapkan di dalam Pasal 1 Angka 2 UU Advokat yang menegaskan:
Jasa Hukum adalah jasa yang diberikan Advokat berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien.
Oleh karenanya advokat tidak dapat bertindak di luar dari jasa hukum yang dimaksud di atas. Advokat secara garis besar berprofesi untuk memberikan konsultasi hukum dan melakukan pembelaan kepentingan hukum kliennya. Dalam rangka melakukan pembelaan itu, Advokat bertugas mendampingi klien, mewakili klien atau melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien, tentunya harus berpedoman dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Intinya, Advokat menjalankan profesi sebatas melakukan upaya hukum, menjalankan kerja-kerja hukum untuk memperjuangkan terpenuhinya hak-hak kliennya. Selebihnya, Advokat tidak dibenarkan memastikan bahwa kliennya akan memperoleh kemenangan atas perkara yang sedang ditanganinya.
-Dalam menjalankan profesinya, advokat harus bertindak jujur mempertahankan keadilan dilandasi moral yang tinggi, luhur dan mulia. Kejujuran itu dapat diterapkan sejak memberikan penjelasan duduk perkara calon klien sampai mengadvokasi klien, jujur tentang posisioning kliennya, apakah kedudukannya kuat atau lemah secara hukum (yuridis) dengan melihat dan menganalisis bukti-bukti yang tersedia. Dalam memberikan pendapat hukumnya Advokat tidak dibenarkan memberikan keterangan yang menyesatkan.
Oleh karena itu, bahwa Advokat telah terikat dengan UU Advokat dan Kode Etik yang telah ditentukan. Bagi Advokat yang menjanjikan kemenangan atas perkara yang sedang ditanganinya maka telah melanggar Kode Etik itu sendiri, hal itu terdapat pelarangannya di dalam BIII Pasal 4 Huruf c Kode Etik Adokat yang menyatakan:
Advokat tidak dibenarkan menjamin kepada kliennya bahwa perkara yang ditanganinya akan menang.
Hal itu bisa saja terjadi karena dorongan semata-mata untuk memperoleh materi lalu mengabaikan nilai-nilai kejujuran atau keprofesionalan. Dengan segala cara meyakinkan kliennya termasuk dengan menjanjikan kliennya akan menang.
Advokat menjalankan profesi sebatas melakukan upaya hukum, menjalankan karya – karya hukum untuk memperjuangkan terpenuhinya hak – hak kliennya. Selebihnya, advokat tidak dibenarkan memastikan bahwa kliennya akan memperoleh kemenangan atas perkara yang sedang ditanganinya.
Dalam menjalankan profesinya, advokat harus bertindak jujur mempertahankan keadilan dilandasi moral yang tinggi, luhur dan mulia. Kejujuran itu dapat diterapkan sejak memberikan penjelasan duduk perkara calon klien sampai mengadvokasi klien, jujur tentang posisioning kliennya, apakah kedudukannya kuat atau lemah secara hukum ( yuridis ) dengan melihat dan menganalisa bukti – bukti yang tersedia.
Dalam memberikan pendapat hukumnya advokat tidak dibenarkan memberikan keterangan yang menyesatkan. Oleh karena itu bahwa advokat telah terikat dengan UU advokat dan kode Etik yang telah ditentukan. Bagi advokat yang menjanjikan kemenangan atas pekara yang sedang ditanganinya maka telah melanggar kode Etik itu sendiri, hal itu terdapat pelanggarannya di dalam B III Pasal 4 Huruf C
Kode Etik Advokat yang menyatakan :
- Advokat tidak dibenarkan menjamin kepada kliennya bahwa perkara yang ditanganinya akan menang. Hal itu bisa saja terjadi karena dorongan semata – mata untuk memperoleh materi lalu mengabaikan nilai – nilai kejujuran atau Keprofesionalan. Dengan segala cara meyakinkan kliennya termasuk dengan menjanjikan kliennya akan menang.
- Advokat tidak dapat diidentikkan dengan kliennya Pasal 18 UU no 18 tahun 2003 tentang Advokat menegaskan bahwa :
“Advokat dalam menjalankan tugas profesinya dilarang membedakan perlakuan terhadap klien berdasarkan jenis kelamin, agama , politik, keturunan, ras,atau latar belakang sosial dan budaya. Advokat tidak dapat diidentikkan dengan kliennya dalam membela perkara klien oleh pihak yang berwenang dan/atau masyarakat.”
-Sebagai akibat dari Advokat yang menjanjikan perkara kliennya “ Pasti Menang “ dan mengidentikkan (menyamakan) dirinya dengan klien, patut diduga dapat menimbulkan tendensi untuk menghalalkan segala cara dalam rangka memenangkan perkara kliennya termasuk melakukan penyuapan kepada Polisi, Jaksa, Hakim maupun aparat penegak hukum lainnya, menghalang – halangi penyidikan perkara korupsi, memberikan keterangan palsu, membuat surat-surat / dokumen palsu maupun melakukan pemukulan terhadap Hakim,sebagaimana yang dilansir dalam latar belakang dari tulisan ini.
Padahal profesi ini memiliki dua ketentuan, yakni UU No. 18 Thn 2003 tentang Advokat ( UU Advokat ) dan Kode Etik Advokat. Semestinya dalam melaksanakan tugas, mengutamakan tegaknya hukum, kebenaran berkeadilan dan menjungjung tinggi profesi Advokat yang mulia ( Officium Nobile ).
-Sebagai satu-satunya profesi hukum dengan predikat profesi yang mulia (officium nobile ) seorang Advokat dituntut selain untuk menaati & menjungjung tinggi UU Advokat & Kode Etik Advokat,harus juga berbicara, bersikap dan berperilaku sebagaimana layaknya “ Orang yang mulia “ atau “ Bangsawan “.
-Dengan diproses hukumnya para Advokat yang telah melanggar ketentuan Kode Etik dan atau ketentuan Pidana maka,terbukti secara jelas “ Hak Imunitas “ Advokat terbatas kepada: Advokat bebas mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya di dalam sidang pengadilan dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang undangan ( pasal 14 UU Advokat )
Advokat tidak dapat dituntut, baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien dalam sidang pengadilan ( pasal 16 UU Advokat ).
-Memang pada saat ini sangat sulit & langka untuk menemukan figur-figur para pejuang hukum “ Advokat “ seperti almarhum : Mr. Yap Thiam Hien, Dr. Adnan Buyung Nasution, Suardi Tasrief yang secara gigih memperjuangkan hak & kepentingan hukum dari kliennya dan kepentingan demokrasi di Indonesia tanpa memperdulikan perbedaan keyakinan, politik, suku , agama, ras dan antar golongan ( SARA ),dan kepentingan materi.
Mereka merupakan Advokat yang Tangguh dan profesional yang muncul dalam kondisi sosial politik yang tidak lazim dan dibesarkan pada era revolusi maupun pada era pemerintahan yang otoriter dan krisis demokrasi seperti pada saat terjadinya tragedi G30S PKI maupun pelanggaran HAM berat yang sampai saat ini tidak pernah diselesaikan secara tuntas.
Namun pada era globalisasi dan digitalisasi, Advokat tidak hanya dituntut untuk menguasai materi hukum, maupun hukum acara serta ilmu terkait lainnya. Tetapi setidak-tidaknya mengetahui dan memahami perkembangan teknologi seperti revolusi industry 4.0 dan 5.0, seperti Ecommerce, internet banking, online bisnis lainnya, fintech, artificial Intelligence, Unicorn dan decacorn. Perkembangan teknologi dan produk ekonomi selalu mendahului perkembangan hukum.
-Selain hal-hal yang telah disebutkan diatas, menurut observasi kami yang telah menjalankan profesi baik sebagai Konsultan Hukum maupun Advokat selama lebih dari 3 dekade,Advokat melakukan pelanggaran baik kode etik dan atau pidana disebabkan oleh antara lain :
1. Obsesi ingin cepat kaya dan terkenal dengan menghalalkan segala cara,padahal patut diketahui untuk menjadi Seorang Advokat yang terkenal selain diperlukan kerja keras inovatif dan kreatif, membutuhkan juga Track Record yang panjang, bisa puluhan tahun, networking yang sangat baik, perlu referensi dan rekomendasi dari pejabat tinggi negara, konglomerat maupun stake holder lainnya dan menjadi kaya merupakan bonus untuk hal tersebut. Faktor luck/hoki juga memainkan peranan penting dalam hal ini. Selain dari pada itu Advokat menjadi kaya dan terkenal karena profesionalisme, kompetensi dan kapabilitas dalam menyelesaikan permasalahan dan membela kepentingan hukum kliennya.
2. Tidak adanya rasa takut kepada Tuhan dan ajaran agama dan kepercayaan yang dianutnya karena seorang Advokat diambil sumpahnya terlebih dahulu pada saat pelantikan.
3. Kurangnya kepercayaan diri akan kompetensi,kapasitas, dan kapabilitas sebagai Advokat.
4. Rendahnya vonis Hakim maupun Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.
5. Relatif banyak Advokat senior yang tidak memberikan contoh yang baik dalam bertutur kata,bertindak, berperilaku dalam sorotan publik
-Perlunya diubah paradigma ( mindset ) bahwa keberhasilan Advokat bukan diukur dari berapa banyak mobil mewah yang dimiliki dan harta kekayaan lain, melainkan integritas, profesionalisme, serta seberapa gigih dia memperjuangkan kebenaran dan keadilan, karena kalau tolak ukurnya masih pada kekayaan dan penampilan fisik maka kemungkinan terjadinya pelanggaran kode etik dan atau pidana masih akan terjadi.
-Peradi perlu dari waktu ke waktu mengembangkan, mendiseminasi Pendidikan dan pelatihan tentang “ Mental and Character Building “ kepada para Advokat dengan tujuan agar mampu menerapkan karakter positif dalam berkomunikasi,mampu menyelesaikan konflik secara efektif, menjadi pribadi yang menyenangkan, berkarakter positif, jujur, memiliki empati, pendengar yang baik, sopan, ramah dan tidak menyombongkan diri sendiri. Mampu mengelola kecerdasan emosi ( emotional intelegance ) diri dalam usaha pembentukan karakter positif.
-Kepada Advokat yang melanggar Kode Etik dan atau pidana harus diumumkan kepada public mengenai sanksi, Kode Etik maupun pidana sebagai asas publisitas kepada masyarakat maupun pembelajaran kepada Advokat lain. Walaupun keseluruhan langkah ini tidak bisa menghilangkan secara total,namun diharapkan dapat mengurangi semaksimal mungkin pelanggaran Kode Etik dan atau pidana agar semboyan Fiat Justitia Ruat Caelum, walaupun langit runtuh, hukum & keadilan harus ditegakkan.
Semoga kiranya DPC Peradi Jakarta Barat dibawah kepemimpinan MR. Arsido Hutabarat tidak ada satupun anggota yang terlibat dalam pelanggaran Kode Etik dan atau pidana, Bravo and Proficiat