Tutup Menu

Konflik Terawan, Memicu Organisasi Baru Dokter Terbentuk?

Sabtu, 07 Mei 2022 | Dilihat: 890 Kali
Penulis Alexius Tantrajaya, SH, M Hum, dan Suasana Pelantikan PDSI (foto istimewa)
    
Oleh: Alexius Tantrajaya, SH, M.Hum - Avdokat

DUA hari pasca Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menggelar Muktamar XXXI di Kota Banda Aceh (22-25 Maret 2022), di mana direkomendasikan pemberhentian secara permanen Letjen TNI (Purn) Prof. Dr. dr. Terawan Agus Putranto, SpRad (K) dari keanggotaan IDI, kemudian muncul organisasi kedokteran baru bernama Perkumpulan Dokter Seluruh Indonesia (PDSI).

Deklarasi wadah baru profesi dokter tersebut di laksanakan di Hotel Borobudur Jakarta, Rabu (27/4/2022). Dan hebatnya lagi, sudah mendapat pengesahan dari Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU), yakni Surat Keputusan (SK) Kemenkumham RI No. AHU-003638.AH.01.07.2022 tentang Pengesahaan Penderian Perkumpulan Dokter Seluruh Indonesia.  

Muncul pertanyaan, apakah dapat dibenarkan pendirian organisasi kedokteran di luar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dan apakah melanggar perundang-undangan? Lantas, apakah kelahiran PDSI berlatarbelakang sakit hati karena dr. Terawan diberhentikan dari keanggotaan IDI?

Mendirikan organisasi, atau serikat dan berkumpul serta mengeluarkan pendapat, adalah hak warga negara Indonesia. Termasuk membentuk organisasi baru kedokteran di luar IDI. Hal itu dibenarkan, dan dijamin Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pada Pasal 28.

Yakni, “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.”

Dan setelah UUD 1945 diamandemen, Pasal 28 kemdudian mwenjamin hak asasi manusia secara keseluruhan. Di mana kemudian, negara memberikan hak rakyat untuk hidup, keamanan, menikah, memiliki anak, terpenuhi kebutuhan hidupnya, memperjuangkan hak, keamanan, keadilan, beragama, berkomunikasi, mendapat informasi, jaminan sosial, kebebasan, lepas dari perbudakan, dan penerapan hak asasi manusia lainnya.

Dengan begitu, deklarasi PDSI tidak bertentangan dengan perundang-undangan. Malah, justru dilindungi dan dijamin oleh ketentuan hukum yang berlaku di negeri ini. Sebab, tidak ada ketentuan hukum yang melarang mendirikan organisasi baru, yang berkaitan dengan profesi serupa.

Apakah kelahiran PDSI ada kaitannya dengan pemberhentian dr. Terawan sebagai anggota IDI? Sebagai praktisi hukum, saya tidak melihat ke arah tersebut. Justru yang saya lihat, munculnya organisasi baru di tengah profesi kedokteran, merupakan bagian dari demokrasi yang—barangkali—belum didapat secara utuh selama ini. Bisa jadi juga, organisasi yang ada, belum mewakili anggotanya secara keseluruhan.

Sebagaimana diketahui, jika suatu organisasi telah memenuhi syarat sebagai wadah profesi secara ideal, tak ada alasan bagi anggotanya menciptakan organisasi tandingan. Justru malah semakin menguatkan kredebilitas marwah organisasi itu sendiri. Bukan mengobok-obok, apalagi dipecah jadi dua atau tiga bagian.

Sebaiknya, munculnya organisasi baru, mesti dijadikan introspeksi, kenapa hal itu bisa terjadi. Apakah organisasi yang ada sudah mewadahi anggotanya dengan demokrasi, dan apakah sudah sepenuhnya memberikan layanan yang baik kepada masyarakat. Jika hal ini diabaikan oleh pengurus, tak tertutup kemungkinan muncul rasa ketidakpuasan anggotanya, hingga akhirnya membuat organisasi tandingan.

Apabila kemudian muncul organisasi baru, seyogianya ditanggapi dengan pikiran positif, bukan lantas menuding sebagai tindakan sakit hati. Atau hasutan buruk lainnya. Justru sebaliknya, untuk saling berlomba memajukan organisasi, dan bersaing dalam hal memberikan layanan yang baik kepada masyarakat sebagaimana visi dan misi lembaga.  

Kerja Sama

Sebagai lembaga baru, saya berharap PDSI dapat bekerja sama dengan organisasi lain, termasuk dengan IDI. Dan tetap pada ketentuan yang telah diatur di dalam UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

Jika dua organisasi kedokteran ini saling berkomunikasi, saling berhubungan dengan baik, maka akan muncul inovasi terkait pengembangan ilmu pengetahuan, kepentingan masyarakat banyak, meningkatkan ilmu kedokteran, dan menjaga marwah profesi dokter dengan baik. Yang tidak kalah penting, sama-sama meningkatkan kualitas tenaga kedokteran secara profesional guna memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat luas. Baik di dalam maupun luar negeri.

Apabila Indonesia memiliki tenaga kedokteran sekelas negara maju, maka layanan kesehatan dipastikan meningkat, dan berujung pada peningkatan devisa negara. Di mana banyak warga asing berobat ke Indonesia, dan dapat pula mencegah WNI berobat ke luar negeri.

Kerja sama yang baik antara IDI dan PDSI tentunya akan melahirkan tenaga ahli kedokteran yang mumpuni, di samping memfasilitasi para dokter berpredikat ungul dalam bidang kesehatan yang belum terakomodir kemampuannya dengan baik di negeri ini.

Dengan begitu, baik IDI maupun PDSI, dapat mencegah pemanfaatan tenaga dokter Indonesia berpredikat ungul oleh rumah sakit luar negeri. Jika hal itu terjadi, maka industri layanan kesehatan Indonesia menjadi tujuan masyarakat dunia untuk penyembuhan berbagai penyakit.

Dalam konteks terbentuknya PDSI, diharapkan lembaga baru kedokteran ini mengedepankan reformasi kesehatan, serta mendukung penuh kebijakan pemerintah dalam hal program kesehatan masyarakat luas. Terlebih lagi bisa bekerja sama dengan pemerintah dan elemen masyarakat. Di samping—tentunya—berkontribusi secara khusus pada dunia kedokteran, serta memberi perlindungan hukum kepada anggotanya.

Terlebih lagi, PDSI harus mampu bertindak sebagai wakil pemerintah dalam hal pendidikan kedokteran berkelanjutan, mengurus sertifikasi anggota, pembinaan praktik kedokteran, menjaga kewenangan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), dan hal lain dalam kaitan etika profesi kedokteran.

Jika hal itu sesegera mungkin dilakukan PDSI, maka pembentukan perkumpulan ini tak ada alasan dikait-kaitkan dengan kebijakan  pemberhentian Letjen TNI (Purn) Prof. Dr. dr. Terawan Agus Putranto, SpRad (K) dari keanggotaan IDI. Tapi semata-mata ingin berdemokrasi lebih baik lagi. Sebagai tindakan wajar di negara demokrasi.

Dan harapan saya, sebaiknya Prof. Dr. dr. Terawan Agus Putranto, SpRad. bergabung dan berperan serta di PDSI, di samping turut menciptakan dan membina anak bangsa yang unggul dibidang ilmu kedokteran, sehingga berguna bagi bangsa Indonesia maupun masyarakat internasional.

Penulis adalah praktisi hukum anggota Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi)
 

Dapatkan Info Teraktual dengan mengikuti Sosial Media TabloidSkandal.com