Saumlaki, Tabloidskandal.com || Kasus terhadap anak di bawah umur telah darurat dan menempati urutan pertama di antara sekian kasus yang terjadi di Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) Provinsi Maluku.
Pelaksana Tugas (PLT) kepala Pengadilan Negeri (PN) Saumlaki, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Sahriman Jayadi, SH MH dalam konferensi pers di ruang kerjanya, Kamis, 14-10-2021 menjelaskan,”Khusus anak sebagai korban persetubuhan dan juga anak sebagai pelaku persetubuhan sesuai data register Pengadilan Negri Saumlaki, presentasenya 80%. Karena presentasenya terlalu tinggi, kami beberapa tahun belakangan ini terhadap perkara perlindungan anak khusus persetubuhan terhadap anak, kami putus maksimal, 15 tahun penjara,” tuturnya
Lanjut Dia, ”Selama ini oleh regulasi terkait undang-undang perlindungan anak, pihak korban di kenal dengan istilah restitusi yang artinya ganti rugi oleh pelaku tindak pidana kepada korban, selain restitusi ada juga istilah kompensasi dalam undang-undang perlindungan anak yang artinya ganti rugi yang di berikan pemerintah kepada korban,” urainya
“Sesuai daftar register pidana yang kami tangani dari tahun-tahun sebelumnya, tidak pernah di kabulkan atau di putuskan dalam putusan terkait restitusi dan kompensasi, alasannya karena tidak adanya permohonan dari penuntut umum mewakili korban meminta kepada Majelis Hakim untuk meminta restitusi atau kompensasi sesuai peraturan pemerintah terkait undang-undang perlindungan anak sebagai salah satu syarat yang harus di penuhi,” tuturnya
Data tahun 2021 di bulan Oktober yang baru 10 bulan, presentasenya 80% sama dengan data di tahun 2020 yang presentasenya juga 80 % yang telah di sidangkan di pengadilan Negri Saumlaki khususnya korban persetubuhan anak di bawah umur yang mayoritas pelakunya orang dewasa walaupun ada juga pelakunya anak di bawah umur dan korbannya juga anak di bawah umur. Secara umum pelaku dan korban merupakan orang dekat, keluarga atau tetangga, dan belum pernah ditemukan pelakunya orang jauh, malah ada beberapa kasus, pelakunya adalah orang tua
Ditambahkan,”untuk memenimalisir bahkan kalau dapat di hilangkan kasus-kasus terhadap anak bawah umur, restitusi atau kompensasi di kabulkan sebagai langkah alternatif yang harus di tempuh, karena selama ini pengadilan memberikan hukuman maksimal 15 tahun kepala pelaku tetapi perkara-perkara perlindungan anak yang kami terima tidak berkurang bahkan selalu meningkat, sehingga apakah hukuman yang kami berikan itu tidak memberikan efek jera kepada yang bersangkutan ? ini kesimpulan awal kami,” tandasnya
“Tidak diketahui apakah selama ini pemerintah daerah Kabupaten Kepulauan Tanimbar pernah melakukan sosialisasi atau penyuluhan hukum terkait undang-undang perlindungan anak atau tidak, karena yang berperan lebih adalah pemerintah daerah, sedangkan pengadilan hanya menyidangkan perkara yang di bawah ke pengadilan.”
(Tan 1)