Jakarta, Skandal
Upaya meningkatkan pajak parkir menjadi 30 persen dapat mengurangi kepadatan lalu lintas bukan solusi cespleng pengguna kendaraan pribadi beralih ke transportasi massal.
Terlebih, kenaikan pajak parkir dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Padahal, seperti terungkap dalam Dialog Forum Perhimpunan Pengusaha Parkir Indonesia (PPPI), di Hotel Continental kemarin, 17/10, pelbagai persoalan parkir, terutama kategori liar.
"Bukan rahasia lagi. Retribusi ini dikuasai oknum tertentu," ujar seorang jurnalis. Dia berharap hal seperti itu harus dibenahi oleh Pemda, khususnya Dinas Perhubungan DKI.
Kritisi paling keras, sekaligus menjadi bintang dalam dialog tersebut, datang dari Taufiq Rachman, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengelola Parkir Indonesia (Aspeparindo)
Menurut dia, hajatan menaikan pajak parkir dari Pemda, terutama Dishub dan Badan Pajak Retribusi Daerah (BPRD), jangan hanya sekadar "mengoyak-oyak" yang ada.
"Sebaiknya cobalah menggali potensi yang ada. Kalau cuma itu, ya enak dong. Padahal, Dishub, BPRD, termasuk DPRD, sudah memiliki amunisinya baik Perda dan Pergub yang dibackup oleh DPRD," jelas Taufiq, yang jam terbangnya dalam mengelola parkir cukup mapan.
Sekadar gambaran, Taufiq menyebut di Jakarta ini, ada 30.626 titik parkir off street yang tak berizin, "Data itu valid dan legal," tegasnya, seraya mengkalkulasi dana dan pajak yang bisa dihimpun dalam menaikan PAD DKI.
Dari jumlah titik parkir itu, Taufiq mengambil sampel minimal saja, ada sekitar 20 motor per hari dan 5 mobil.Jika motor dikenakan plat 2 ribu dan mobil 4 ribu, total dari jumlah itu, ada nominal yang terkumpul Rp 1.531.250.000,-.Jika dihitung berdasarkan pengenaan pajak dikali 20 persen, maka perhari mencapai Rp 306.250.000
"Maka, dalam satu bulan pajak parkir yang bisa digali mencapai Rp 9 miliar. Ini melebihi target Rp 5 miliar jika pemda menaikkan pajak parkir 30 persen," tandas Taufiq.
"Jelas, kan tanpa naik saja, dengan mengoptimalkan sekitar 30.626 titik, kenaikan PAD sektor pajak parkur bisa mencapai Rp 9 miliar," jelas Taufiq yang mendapat applaus dari peserta dialog.
Taufiq juga setuju, yang menjadi subjek pajak parkir, seperti batasan UU No 16 tahun 2010, adalah para pengelola/pengusaha parkir. Bukan orang perorangan atau pemilik kendaraan pengguna parkir.
"Karena yang dikenakan pajak dari besarnya tarif. Itu kan sama saja kita yang dikenakan, bukan konsumen pengguna parkir", jelas Taufiq.
Yuke Yurika, anggota DPRD DKI, Komisi B yang menangani perparkiran, setuju dengan gagasan Taufiq. "Angka itu belum dihitung Gelanggang Olahraga, RSUD, Lokbin, Puskesmas dan institusi miliik pemda lainnya," tambah Yuke yang menjadi pembicara dalam dialog tersebut.
Yuke menyebut, masalah parkir di Jakarta, tidak lepas dari kearifan lokal, "Inilah yang harus dioptimalkan agar bisa berkontribusi pada PAD DKI," papar Yuke, politisi PDI Perjuangan yang concern dengan masalah parkir.
Jebolan Universitas Indonesia (UI) ini juga setuju agar Dishub dan BPRD dapat menggali potensi parkir yang ada di Jakarta. "Nah, inilah pentingnya dialog seperti ini, sehingga persoalan parkir bisa terungkap, jelas dan transparan," jelas wakil rakyat berdarah mojang Priangan ini
Saat ini pemda DKI meraup Rp 50 miliar perbulan dan setahun Rp 600 miliar dari sektor pajak parkir. Sementara dari sektor retrebusi parkir, media ini tak memiliki data valid, karena pemangku kepentingan tidak merilis ke publik (***)