Tutup Menu

Bedah Buku Hukum

Prof. Suhandi: Pengaruh Hukum Adat Terhadap UU Agraria

Minggu, 31 Juli 2022 | Dilihat: 733 Kali
    
Pelapor : H. Sinano Esha

JAKARTA –Tabloidskandal.com ll Pengaruh hukum adat sangat besar terhadap hukum agraria di negeri ini. Sekalipun banyaknya hukum adat di setiap provinsi dengan perbedaan prinsip hukum itu sendiri. Lebih khusus hukum adat Batak, pengaruhnya sangat dominan, baik sebagai hukum waris yang sangat begitu kuat menyingkirkan hukum nasional yang berlaku di tengah masyarakat.

Demikian disebutkan Prof. DR Suhandi Cahaya, SH, M.H, MBA, guru besar di Universitas Jayabaya Jakarta, dalam menelaah buku bertajuk  “Perspektif Reforma Agraria Mendukung Revitalisasi Sistem Pemerintahan Adat” karya Dr. H.P. Panggabean, SH, MS, hakim agung pada Mahkamah Agung. (MA).

Menurur Prof Suhandi Cahaya, karya ilmiah tersebut sangat diperlukan bagi dunia pendidikan, lebih khusus lagi untuk mereka yang berpraktik dalam bidang hukum. Selain itu, juga berguna sebagai acuan hukum pertanahan, khususnya hukum adat Batak.

Sebagai pendidik pada bidang hukum, ia merasa bangga terhadap H.P. Panggabean, yang tak pernah lelang menulis buku hukum di tengah kesibukannya sebagai hakim agung.

“Secara pribadi, saya menyatakan salut kepada H.P. Panggebean yang terus menerus berkarya menulis buku untuk memajukan bangsa dan negeri ini. Sebagian besar buku yang ditulissudah saya baca dan pelajari,” tulis Prof. Suhandi Cahaya yang juga berprofesi sebagai advokat, kurator, konsultan HKI dan Mediator, yang dikirim kepada Tabloidskandal.com baru-baru ini.

Setiap buku yang ditulisnya, lanjut dia, merupakan komperatif studi atau studi perbandingan yang didapat sebagai hakim. Baik ketika masih menjadi hakim pengadilan negeri, pengadilan tinggi maupun hakim agung.

Ditambahkan, pengabdian H.P. Panggabean sebagai hakim selama 30 tahun, tentu pengalaman yang diperoleh akan diserap dan diimplementasikan untuk menulis buku. Khususnya tentang reformasi hukum agraria, yang berangkat dari hukum adat sebagai acuannya.

Pada buku ini, menurut Prof. Suhandi Cahaya, dapat disimpulkan bahwa kepemilikan tanah tak ubahnya sebagai tambang emas. Nilai asetnya meningkat, mengingat harga tanah tidak mengalami penurunan, bahkan malah terus naik dari masa ke masa.

“Hanya saja, ketika muncul silang sengketa kepemilikan tanah, hukum yang dipergunakan adalah pidana. Di mana para pihak melaporkan masalah sengketa kepada kepolisian,” ujarnya.

Padahal, kata dia, melapor secara pidana ke polisi atas kasus sengketa tanah sebagai tindakan yang menyesatkan. Sebab, pertikaian tersebut merupakan keperdataan, yang tidak bisa diselesaikan oleh polisi. Tapi melalui proses sidang perdata, setelah para pihak mengajukan gugatan ke pengadilan.

Ditegaskan Prof. Suhandi Cahaya, setelah MA menyatakan pada putusan No.263/K/PID/2008 tertanggal 30 Maret 2010,yakni “Penguasaan tanah secara melawan hokum merupakan sengketa perdata yang harus diselesaikan melalui gugatan ke pengadilan bukan mengadukan ke penyidik sebagai tindak pidana.”

“Seyogianya, polisi harus menolak apabila ada anggota masyarakat melapor sengketa tanah. Mengingat hal tersebut sudah ditegaskan melalui keputusan MA. Dan apabila masih ada polisi melakukannya, maka degan sendiri telah menyalahi asas kausalitas von buri,” pungkas dosen pasca sarjana Perpetual Helps University Of Philippine (Philifina), mengingatkan kepada pihak kepolisian atas kasus sengketa tanah.
 

Dapatkan Info Teraktual dengan mengikuti Sosial Media TabloidSkandal.com