Tutup Menu

Ferry Kilikily: Pilihan Prabowo, Gibran Mewakili Dua Generasi

Sabtu, 28 Oktober 2023 | Dilihat: 946 Kali
Ferry Kilikily - Sekjen Gerindra Ahmad Muzani (foto istimewa)
    
JAKARTA, tabloidskandal.com – Pilihan Gibran Rakabuming Raka (GRR) sebagai calon wakil presiden (Cawapres) oleh Partai Gerindra melalui ketua umumnya, Prabowo Subianto (PS), dan disetujui para pimpinan partai yang tergabung di Koalisi Indonesia Maju (KIM), adalah pilihan yang tepat, dan cerdas.

Demikian dikatakan Ferdinand M. Kilikily, SH, advokat yang juga kader Partai Gerindra dan tercatat sebagai calon legislatif (Caleg) DKI Jakarta, terkait dipilihnya GRR mendampingi PS dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

“Gibran adalah sosok yang mewakili dua generasi di Indonesia, yakni generasi melenial dan generasi Z. Putra sulung Presiden Jokowi itu lahir pada 1987, sementara kelahiran generasi melenial pada kisaran 1980 sampai 2000-an, dan generasi Z  lahir antara 1995 hingga 2010,” ungkap pengacara yang biasa disapa Ferry Kilikily, yang juga dikenal selaku orang kepercayaan tokoh beken organisasi kepemudaan Hercules.

Menurut Ferry, dua generasi tersebut saat ini mendominasi populasi penduduk di negeri ini. Hasil Sensus Penduduk Tahun 2020 ada sebanyak 270, 2 jiwa rakyat negeri ini.


Ferry Kilikily Berbincang bersama Hercules (kiri), Ustadz Luthfi (tengah) dan Ustadz Gus Miftah (kanan)

“Lantas berapa jumlah generasi milenial dan Z saat ini? Sensus penduduk mencatat, generasi Z sebanyak 75,49 juta jiwa, adapun melenial mencapai 69,38 juta jiwa. Jika direkap, terdapat jumlah 144,87 juta jiwa. Atau sekitar 58,81 persen dari jumlah penduduk Indonesia,” papar Ferry kepada wartawan, Jumat (27/10/2023).

Dibagian lain dia menegaskan, jika Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2024 sebanyak 204,807 juta pemilih, berarti jumlah suara dewasa sekitar 59,93 juta orang saja. Kurang dari separuh jumlah generasi muda yang mencapai 144, 87 juta jiwa.

“Selain hitungan angka lebih ungul, dalam hal produktifitas dua generasi inipun sangat potensial. Sebagai penerus bangsa, ya, harus mendapat perhatian serius dan ruang dari pemerintah,” ujarnya.

Karena itu, lanjut Ferry, untuk merangkul dua generasi tersebut dibutuhkan sosok generasi melenial yang cakap, potensial dan juga panutan kalangan anak muda.

“Saat ini, sosok yang paling tepat adalah Gibran, Walikota muda yang berhasil membangun Kota Solo, dan disukai kalangan melenial dan generasi Z. Secara pribadi saya bangga setelah putra presiden itu menerima tawaran pak Prabowo menjadi Cawapres di Pemilu 2024. Tentunya tidak mudah mengajak Gibran meramaikan Partai Gerindra di hajatan politik lima tahunan,” urai putra pengacara terkenal di era 1980-an, M. Jusuf Kilikily.

Parameter Hukum

Pada bagian lain dijelaskan Ferry, memilih Gibran untuk mendampingi Prabowo Subianto (PS) dalam Pemilu 2024 tentunya telah diperhitungkan dengan berbagai pertimbangan, termasuk parameter hukum.

Dikatakan pula, pasca putusan Mahkamah Kontitusi (MK) yang menimbulkan polemik di tengah masyarakat, pilihan itu tentunya sudah memiliki pertimbangan dasar hukum, serta fakta-fakta hukum. Intinya, Partai Gerindra dan KIM pastinya telah memikirkan lebih jauh sebelum mengajak Gibran.

“Menurut saya, polemik yang terjadi setelah putusan MK merupakan dinamika politik. Itu sudah lumrah. Meski usia Gibran baru 36 tahun, namun dia masih tercatat sebagai Walikota Solo, jabatan yang dipilih melalui pemilihan kepala daerah. Memimpin tanpa cacat,” ungkap Ferry.

Menurut Caleg daerah pemilihan (Dapil) 10 Jakarta Barat (meliputi Kecamatan Kembangan, Kebon Jeruk, Palmerah,Grogol-Petamburan, dan Taman Sari), isyu yang mencuat seputar Gibran adalah gosip negatif, tujuannya untuk menjatuhkan kredibilitas Presiden Jokowi, yang seolah-olah membangun dinasti kekuasaan.

Bagi masyarakat cerdas, lanjut Ferry, isyu itu merupakan gorengan lawan politik Jokowi. Dan tidak akan banyak mempengaruhi tatanan yang telah dibentuk. Malah semakin mantap pada pilihan Prabowo-Gibran, dan tidak terprovokasi oleh gonjang-ganjing putusan MK yang notabene diciptakan oleh kelompok tertentu.

“Di negara demokrasi, tak mengenal istilah dinasti kekuasaan. Tak ada larangan putra presiden menjadi presiden, anak gubernur menjadi gubernur, anak anggota DPR menjadi anggota dewan. Mekanismenya kan bukan main tunjuk oleh orangtua yang berkuasa, melainkan melalui pemilihan umum. Ditentukan suara rakyat. Hanya manusia berpikiran pendek yang menyatakan ada dinasti kekuasaan di Indonesia,” pungkasnya.
(Ajie/Sin)
 

Dapatkan Info Teraktual dengan mengikuti Sosial Media TabloidSkandal.com