Tutup Menu

Wiwik Perempuan Pejuang Asal Suangi Lombok

Jumat, 31 Agustus 2018 | Dilihat: 2034 Kali
    
Lombok, Skandal

Gempa beruntun yang melanda Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), mengundang keprihatinan. Tak ada lagi tempat berteduh. Semua hancur dan luluhlantak akibat "bergoyangnya" alam.

Di balik tangisan, ratapan dan kepiliuan, selalu muncul perempuan-perempuan pejuang. Mereka berada di depan membantu dan menolong demi meringankan beban hidup..

Anto, penderita Hendrosepalus membuat kepalanya membesar 

Sekian di antaranya, Baiq Wiwik Diyan Anggraeni. Guru Sejarah Nasional SMKN 1 Keruak ini ounya empati yang dalam terhadap para korban bencana. Ia tak bisa diam. Tidak sekadar melantunkan doa agar para korban diberikan ketabahan luar biasa, juga turun tangan menemui para korban yang kini mengungsi di tenda-tenda.

Semua itu dilakukan, seusai menjalankan profesinya sebagai guru. Ia mengunjungi beberapa tempat lokasi gempa  sembari memberi bantuan kepada korban. Menyambangi dan bertegur sapa, termasuk memberi bantuan, sesuatu yang rutin dilakukan. 

Salah satunya di Dusun Belanting Desa Belanting Kecamatan Sambelia Lombok Timur. Di situlah, perempuan kelahiran Suangi, 15 Desember 1979 ini bertemu Anto Wijaya, 1,8 tahun, bocah penderita hendrosepalus. Anak ke-3 dari pasangan suami istri Muslihun dan Mariani,
Dusun Belanting, Desa Belanting,  Kec.Sambelia Lotim ini menjadi target utama Wiwik, saat berkunjung Rabu kemarin,  29/8.

"Saat gempa 6,9 SR Anton sempat  mengungsi dua malam tanpa tenda  di pinggiran sawah," tutur Wiwik, menyebut penyakit hendrosepalus membuat kepalanya membesar. Dalam kunjungan itu, Wiwik ditemani Hj. Laely, sesama guru.

Maklumlah tempat tinggal Anto  memprihatinkan. Meski masih berdiri pasca gempa, terpaksa harus bediam diri di bawah tenda pengungsian menanti belas  dari para donatur.

​​​​​​

"Hati langsung tergerak begitu menyaksikan penderitaan korban bencana. Betapa miris melihat rumah mereka porak-poranda, kehilangan anggota keluarga, dan ada yang luka-luka." tutur Wiwik menahan haru.

Berbuat baik untuk misi kemanusian, bagi Wiwik,  adalah  tugas mulia.

Ditanya soal sumber logistik, Wiwik mengaku memanfaatkan jaringan yang ada, tidak lepas dari usaha sendiri. Bantuan logistik dari para donatur untuk korban bencana selama ini,  sasarannya diutamakan  pada para pengungsi yang berada agak jauh dari badan jalan yang jarang tersentuh.

Wiwik juga mengaku punya dua relawan yang turun langsung ke lapangan, mengecek kebutuhan korban bencana dan distribusi logistiknya langsung tanpa melalui posko. "Semua itu agar lebih cepat diterima korban," pungkasnya.

Walaupun tidak saling kenal, kata Wiwik, bisa melakukan sesuatu untuk meringankan beban mereka yang mengalami bencana. Bentuk bantuannya  selama ini berupa, terpal, selimut makanan,  pakaian dan kebutuhan lainnya untuk bayi dan ibu hamil.

"Guru tidak cukup hanya menguasai ilmu yang akan diajarkan pada siswa, juga harus memahami kondisi lingkungan."ujarnya.

Bagi dia, jadi relawan merupakan 
tugas mulia, memberi dengan rasa ketulusan akan menimbulkan kebahagian tersendiri bila dijalankan dengan tulus dan ikhlas.

"Menjadi seorang guru dan relawan adalah panggilan hati, sinergi antara sisi intelektual dan emosional harus dikuasai, peka dan mampu memahami siswa maupun orang lain. Profesi saya saat ini hanya sebuah amanah sekaligus ibadah yang akan dipertanggung jawabkan kepada Yang Maha Kuasa," tuturnya (M.Amin)

Dapatkan Info Teraktual dengan mengikuti Sosial Media TabloidSkandal.com