Tutup Menu

Geger, Vaksin Kosong Di Sekolah IPEKA Pluit

Rabu, 11 Agustus 2021 | Dilihat: 823 Kali
(Ilustrasi)
    
JAKARTA, Tabloidskandal.com –Visual yang dipertontonkan akun Twitter @irwan2yah pada Senin (6 Agustus 2021) dengan keterangan tertulis: “suntikan vaksinasi, ternyata kosong” cukup jelas memperlihatkan seorang vaksinator, berinisial EO, diduga menggunakan alat suntik kosong kepada peserta vaksin massal di Sekolah Kristen IPEKA Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, pada hari yang sama.
 
Pada cuitan berikutnya, pemilik akun Twitter menjelaskan, “Saya ingin berbagi informasi. Kejadian di Sekolah IPK Pluit Timur Tgl 6/8/21 jam 12.30 suntikan vaksinasi, ternyata suntik kosong. Setelah protes dan Cuma kata maaf, akhirnya disuntik kembali. Agar dapat diperhatikan. Sebarkan agar suster tersebut diproses.”
 
Benar saja, dalam hitungan menit, video penyuntikan vaksin kosong yang diunggah itu mendadak viral di media sosial. Buntutnya, peristiwa di area sekolah yang mulai berdiri pada tahun 1984 itu, bikin geger. Publik negeri ini sontak membincangkan kelalaian tim medis Jakarta Utara tersebut. Dan polisi pun kemudian mengusutnya.
 
Juru Bicara Vaksinasi Covid 19 Kementerian Kesehetan (Kemenkes), Siti Nadia Tarmizi, kepada wartawan menjelaskan bahwa tindakan yang dilakukan vaksinator itu diduga kelalaian, yakni menggunakan alat suntik kosong.
 
“Kesalahannya adalah, yang bersangkutan mengambil alat suntik yang belum diisi vaksin,” demikian katanya, seraya menambahkan kalau vaksinator tersebut merupakan tenaga perawat di salah satu rumah sakit di Jakarta Utara.
 
Dampak dari peristiwa tersebut, lanjut Siti Nadia Tarmizi, pihaknya telah memutus hubungan kerja sama dengan vaksinator itu. “Yang bersangkutan sudah tidak boleh lagi menjadi vaksinator. Polisi masih mendalami kasus ini.”
 
Sementara itu, dari hasil penyelidikan polisi, Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Yusri Yunus menjelaskan, vaksinator itu adalah relawan. Perawat yang dimintai tolong untuk menjadi vaksinator pada acara suntik vaksin masal di Sekolah IPEKA Pluit.
 
“EO benar seorang perawat. Dalam kegiatan vaksinasi massal, dia dimintai bantuan untuk dilibatkan,” kata Yusril dalam jumpa pers di Polres Metro Jakarta Utara, Selasa (10 Agustus 2021).
 
Dijelaskan, peristiwa penyuntikan vaksin kosong direkam oleh ibu kandung BLP (terduga korban). Setelah diketahui alat suntiknya kosong, kemudian mengadu kepada penanggung jawab acara suntik vaksin massal tersebut.
 
“Setelah dicek rekaman video, ternyata benar suntikan tersebut kosong, dan kemudian dilakukan vaksinasi kembali terhadap BLP,” papar Yusril. Ditambahkan, dari keterangan beberapa saksi, serta barang bukti berupa alat suntik dan botol vaksin, EO dijerat Pasal 14 UU No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dengan ancaman satu tahun penjara.
 
Minta Maaf
Tenaga kesehatan berinisial EO pada kesempatan itu meminta maaf kepada keluarga, orangtua BLP dan masyarakat Indonesia atas kelalaiannya. “Saya mohon maaf, saya tidak ada niat apapun. Saya hanya ingin membantu menjadi relawan untuk memberikan vaksin,” papar EO seraya mengatakan, ketika kejadian itu dia telah melakukan penyuntikan 599 orang peserta vaksin massal.
 
Atas kejadian itu, EO siap menghadapi proses hukum dengan konsekuenasi sanksinya. “Saya akan jalani ke depannya. Saya mohon maaf,” tuturnya.
 
Perawat EO itu tidak menjelaskan secara rinci kenapa bisa terjadi kelalaian menyuntik peserta vkasin massal dengan dosis kosong, dia hanya mengatakan bahwa sebelum itu sudah melakukan penyuntikan terhadap 599 peserta.
 
Artinya, bisa diduga kelalaian yang terjadi bukan karena sengaja, sebagaimana dikatakan kalau kejadian itu tidak ada niat apapun. Meskipun begitu, perawat tersebut legowo, dia akan tetap koperatif menjalani proses hukum.
 
Di tempat terpisah, Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jakarta Utara Maryanto mendukung kepolisian memproses peristiwa tersebut guna memastikan kebenarannya.
 
“Bisa saja rekaman video itu multitafsir. Namun begitu, pada prinsipnya kami (DPD PPNI Jakarta Utara) akan bekerja sama dengan Polres Metro Jakarta Utara untuk mendalami kasus ini,” ungkapnya.
 
Dalam kasus ini, kata Maryanto, diperlukan pengembangan dan penyelidikan yang mendalam dan komprehensif. Jangan menduga-duga. “Tidak ada salahnya uji laboratorium, apakah vaksin sudah atau belum disuntikan ke tubuh pasien,” sarannya lebih jauh.
 

Tidak Dirumuskan
Advokat muda jebolan Strata 2 Leeds Beckett University, United Kingdom (Inggris), jurusan International Business Law (2014 – 2015), Rene Putra Tantrajaya, merasa prihatin atas kejadian itu. Namun dia memuji sikap perawat EO yang mengakui perbuatan, meminta maaf dan siap menjalani proses hukum selanjutnya.
 
Menurut Rene, kesalahan akibat dari kelalaian medis (mal praktik) beresiko pidana, meskipun resiko tersebut secara eksplisit tidak dirumuskan dalam peraturan hukum di negeri ini. Proses hukum tetap harus dijalani terhadap tenaga medis (dokter, bidan dan perawat) yang dapat diduga melakukan pelanggaran medis.
 
“Munculnya kejadian seperti di program vaksin massal di Sekolah IPEKA Pluit itu, tentunya tak diprediksi sebelumnya. Seperti dikatakan perawat EO, tak ada niatan apapun. Dia mengakui kesalahannya dengan menyuntik alat suntik yang kosong, tak ada vaksin,” kata Rene seraya menambahkan, bisa saja hal itu terjadi lantaran kelelahan setelah menyuntik 599 peserta vaksin massal.
 
Secara pidana, tindakan kelalaian diatur dalam Pasal 359 dan 360 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Masalahnya, apakah pantas tenaga medis dapat dijerat dengan pasal KUHP? Kenapa tidak, jika akibat kelalaiannya itu pasien kehilangan nyawa atau luka berat yang permanen.
 
“Sudah banyak tenaga medis dipidana karena kelalaiannya. Lalu, apakah kasus perawat EO itu dapat diterapkan pasal KUHP? Saya pikir, apa yang dijeratkan polisi terhadap dia sudah benar. Yakni, Pasal 14 UU No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dengan ancaman satu tahun penjara,” papar Rene.
 
Hal itu, lanjut advokat muda ini, sesuai penyelidikan polisi, meski lalai namun tidak ada jatuh korban kehilangan nyawa, atau cacat permanen maupun luka-luka. Pasien penerima vaksin massal yang disuntik tersebut tak mengalami gangguan fisik yang mengkhawatirkan.
 
“Dalam situasi itu, kalau menurut hemat saya, polisi menyimpulkan kesalahan EO terkait pelanggaran UU Wabah Penyakit Menular. Ada dua ayat di dalam pasat itu. Yakni, ayat (1) dengan ancaman satu tahun penjara dan/denda satu juta rupiah, serta ayat (2) dengan ancaman 6 bulan penjara dan/denda Rp 500.000,” pungkas Rene ketika dihubungi Tabloidskandal.com.
(H. Sinano Esha)

Dapatkan Info Teraktual dengan mengikuti Sosial Media TabloidSkandal.com