Tutup Menu

Disesalkan Satpol PP Rusak Rumah GNPK Jateng

Jumat, 31 Agustus 2018 | Dilihat: 1297 Kali
    


Semarang, Skandal

Kasus perusakan  rumah milik HR. Mastur yang juga Ketua Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi (GNPK) Jawa Tengah  di Ngesrep V/69 Kelurahan Sumur Boto Kecacatan Banyumanik Kota Semarang Senin, 27 Agustus 2018 oleh Puluhan Satuan Polisi (SATPOL) Polisi Pamong Praja Semarang berbuntut panjang dan disesalkan banyak pihak.

Ketua Forum Gayeng Jateng, Akhmad Robani Albar, SH  menyesalkan tindakan Satpol PP tersebut yang harus segera dilaporkan ke polisi. " Laporkan aja ke Polisi," ungkapnya.





Sementara itu Wakil Ketua GNPK Jateng , Muharsuko Wirono,SH, MH menilai tindakan itu termasuk perbuatan tidak etis. Pihaknya sedang melakukan kajian kasus ini dan akan minta pertanggungjawaban Walikota Semarang. "Kami akan membentuk  Tim investigasi guna menemukan fakta yang valid. Bahkan desakan  Aksi dari Aktivis GNPK se Jateng pun terus mengalir agar kasus ini segera dituntaskan," ungkaonya.

Sementara itu Kepala Satpol PP Kota Semarang, Endro Martanto membenarkan pihaknya melakukan tindakan tersebut sebagai upaya penertiban aset Pemerintah Kota Semarang dengan personil yang diturunkan mencapai 40 orang tanpa dibiayai dari APBD. "Oenertiban karena bangunan  di atas aset Pemkot  Semarang   di Kantor  Kelurahan  Sumurboto atas permintaan Bidang ASSET BAPENDA dan DPKAD KOTA Semarang  selaku penanggungjawab  kegiatan  SOP sudah  kita lalui sesuai ketentuan.Ada hal lain silahkan dikonfim Dinas terkait ," tuturnya.

Di tempat terpisah  Mastur yang juga Ketua GNPK Jateng merasa pihaknya telah  jadi korban kesewenang wenangan petugas Satpolpp Kota Semarang. Karena 
Rumahnya yang  berukuran seluas  528 m2 ini,  dirobohkan petugas Satpolpp tanpa sepengetahuannya.

"Saya tak nenyangka jika rumah yang saya beli dari Suud, warga Semarang sejak 22 tahun silam ini  dibongkar Satpol PP Semarang. Padahal saya belum pernah mendapat pemberitahuan dari manapun jika rumah ini akan dirobohkan,harusnya mereka tidak seperti itu," tutur Mastur .

Menurut  Mastur lagi,  petugas Satpol pp sebanyak puluhan  orang datang langsung memporak porandakan rumah tersebut tanpa mengeluarkan perabotan rumah tangga yang ada. "Harusnya saya dikasih tahu untuk mengeluarkan barang- barang yang ada, namun mereka tidak memberitahunya, "ujar Mastur .

Dikatakan, jika tanah tersebut  masih dianggap tanah milik Kodya Semarang, tidak selayaknya Satpol pp melakukan pembongkaran tanpa sepengetahuan pemiliknya, karena tanah tersebut miliknya yang dibeli dari Suud meski belum bersertifikat.

"Suud itu diberi oleh walikota saat itu  Dan tanah tersebut merupakan tanah tukar guling, dan melakukan pembongkaran rumah tanpa surat pemberitahuan
 itu sudah tindakan pidana," tegas Mastur .
 
Untuk itu, pihaknya akan melaporkan hal tersebut ke walikota dan pihak terkait untuk mencari  tahu , apa yang terjadi sesungguhnya.

" Selama  ini kami tidak pernah mengganggu. Itu rumah permanen lo, dan  bukan brak  Pedagang Kaki Lima (PKL) atau bangunan liar," pungkas Mastur .

Selanjutnya Pakar Pertanahan Jawa Tengah, DR Hasyim Mustofa, SH, MH menilai pihak Pemerintah Kota Semarang membongkar bangunan di area tanah tersebut sudah termasuk tindakan semena-mena yang belum jelas dasar hukumnya.

Karena dalam penelusurannya, tanah itu termasuk tanah bekas bengkok yang  selama ini ditempati  Mantan Ajudan Walikota Semarang yang kemudian dilakukan pelepasan tanahnya kepada Pak Mastur," jadi status tanah tersebut bekas bengkok, bukan milik pemerintah Kota Semarang.

Karena bekas tanah bengkok yang ada dideretan kanan kirinya kini iuga sudah menjadi milik sertifikat perorangan. Lalu ada apa dengan tanah ini koq dipersoalkan, malah dirobohkan," ungkapnya. 

Hasyim juga menjelaskan,bahwa bangunan diatas tanah tersebut dibangun pihak perorangan bukan oleh pihak Pemkot Semarang," Pembongkaran bangunan itu,sudah tindakan pidana, dan Pemkot pun harus ada dasarnya.  Karena saya yakin Pemkot belum bisa membuktikan kalau tanah itu miliknya, makanya harus kita lawan kesewenang-wenangannya," tandasnya.

Menurut Hasyim, status tanah itu bisa dikatakan aset Pemkot , jika ada penetapan pengadilan, Hibah dan Transaksi Jual beli," Mestinya dalam hal ini Pemkot harus juga menunjukkan bukti kepemilikan tanahnya sebagai aset pemkot, bukan semena-mena. Ini khan era Reformasi yang juga harus menjaga kedamaian bagi Rakyat, dan ini korbannya Ketua Ormas Jateng, terus bagaimana perlindungan korban bagi rakyat kecil," tandasnya.

Sedangkan Walikota Semarang, Hendar Prihadi menjelaskan, jika pihaknya telah mendapat informasi jika tanah tersebut termasuk aset pemkot semarang, dan jika tidak puas bisa melakukan gugatan secara hukum. "Saya  dapat  informasi lahan tersebut aset Pemkot,  kalau tidak  berkenan bisa ajukan gugatan hukum mas ," ungkapnya.

Sebagaimana informasi yang,dapat dihimpun Media ini, bahwa sebidang tanah beserta bangunannya yang terletak di jalan ngesrep V/69 Kelurahan Sumur Boto Kecamatan Banyumanik Kota Semarang telah ditempati puluhan tahun oleh Mantan Ajudan Walikota Semarang, Sutrisno Soeharto.

Melalui surat Walikota Semarang saat itu ajudannya bernama Suud diberi ijin untuk menempatinya dan ketika Suud meninggal dunia. Maka sang Istrinya bernama Salamah yang melanjutkan penempatan tanah tersebut, kemudian pada suatu saat Salamah pun melakukan pelepasan tanahnya kepada Mastur yang memang saat itu ingin membantunya yang rencananya akan digunakan Kantor GNPK Jawa Tengah.

Namun  tanah yang sudah diganti rugikan oleh Mastur , justru secara sepihak dan  tanpa pemberitahuan secuil kertas pun kini telah diratakan dengan tanah. Dan reaksi atas kasus tersebut datang dari berbagai pihak, termasuk dari Para Anggota GNPK se Jateng yang akan melakukan Aksi di Balai Kota Semarang. (TIM)

Dapatkan Info Teraktual dengan mengikuti Sosial Media TabloidSkandal.com