Jakarta, Skandal
Kepala Pasar ibarat "prajurit" yang harus siap di tempatkan di mana saja. Tak peduli situasi apapun.
Lihat saja Suparwi. Dari tempat yang nyaman - Pasar Pondok Indah, lelaki asal Jepara, Jawa Tengah ini, dipindahkan ke Pasar Kalibaru, kawasan Jakarta Utara.
"Waduh mas, kondisinya bertolak belakang," ujar Suparwi kepada Skandalonline saat dihubungi lewat selularnya.
Dia menyebut, ketika menginjakan pertama kali di pasar itu, Febuari 2017, kondisinya sangat semraut. Jorok. Banyak preman. Begitupun CMS-nya ( retribusi) jauh dari harapan.
Stres? Parwi, demikian panggilan akrabnya, tak menampik. Malah, di relung hatinya yang dalam, menolak ditempatkan di sana.
"Tapi sebagai "prajurit", kondisi itu jadi tantangan," tandas Parwi, yang saat dihubungi berada di Jepara untuk nyekar menghadapi puasa.
Karena tantangan, upaya pembenahan pun dilakukan. Dia mulai menata para pedagang, kebersihan, hingga areal perparkiran. Bahkan, kios-kios yang kosong, khususnya bagian selatan pasar itu, mulai dijajakan. Dicari peminatnya.
Hanya saja, peminatnya - sesuai yang trend di Pasar Jaya saat ini, dia mengambil tematik, atau spesialisasi pedagang.
"Di 2018, saya ada ide, mengambil pedagang gilingan bakso," tandasnya. Maklumlah pedagang bakso jumlahnya ratusan di Jakarta Utara.
"Jadi, dagingnya langsung digiling di situ. Tidak perlu repot lagi," ungkap kakek dari satu cucu ini.
Hasilnya, tidak sia-sia. Geliat pengujung mulai terlihat. Malah, sekitar jam dua dini hari, pengunjung - khususnya pedagang bakso mulai berdatangan.
Alhasil, CMS-nya pun meningkat jadi 103 persen. Angka ini melebihi dari tahun sebelumnya, 2017, kisaran 80 - 100 persen.
Begitu pula masalah parkir. Setelah dioperet oleh Zutaki, retribusinya meningkat. Penataan kendaraan jadi lebih teratur.
"Alhamdulillah semuanya meningkat," jelas lelaki kelahiran 1966 ini.
Selain mereguk manisnya mengelola pasar, lelaki berperawakan tegap ini, juga mengalami masa-masa sulit. Malah, gara- gara di pasar juga, ayah tiga anak ini nyaris meregang nyawa. Ususnya terburai akibat ditikam oleh preman.
Usus Terburai
Cerita itu terjadi saat Parwi belum menjadi Kepala Pasar. Dia masih pecukai di Pasar Pluit, Jakarta Utara.
Di pagi hari, saat berkeliling pasar, dia ditantang preman duel. Wajahnya dilempar rokok yang dihisap preman tersebut, lalu secara membabi buta menyerangnya dengan golok dan pisau.
Akibatnya, Parwi pun melawan. Dia mencoba meraih senjata tajam itu. Malangnya, bagian perutnya terkena sabetan, termasuk dada, bahu dan hidung. Di perut, ususnya terburai.
"Dalam kondisi itu, saya pun menaiki bajaj lari ke rumah sakit Atmajaya, Pluit," kenangnya.
Dokter pun, lanjut dia, ikut terperangah. Kok, dalam keadaan usus keluar, masih sempat ke rumah sakit dengan darah berceceran.
"Secara teori, tidak ada orang yang bisa bertahan dalam kondisi seperti itu," ungkapnya, meniru keterangan dokter.
Lagi-lagi dia hanya bersyukur. Semua karena Illahi yang membuatnya terus mengabdi di Perumda Pasar Jaya.
Makanya, menjelang pensiunnya tiga tahun lagi, Parwi berharap ada perhatian dari Direksi Perumda Pasar Jaya.
"Kalau bisa, menjelang pensiun, saya tak berkutat sebagai kepala pasar. Siapa tahu diangkat sebagai manager sebagai bentuk reward terhadap pengabdiannya di pasar," ungkapnya jujur dengan nada bercanda.
Terlebih, dalam masa pengabdiannya itu, nyawanya nyaris "terbang" ditikam preman. "Itu kenangan yang tidak terlupakan sepanjang meniti karir di Pasar Jaya," ujarnya, sekaligus memohon maaf atas kesalahannya dalam rangka menyambut Ramadhan.
"Semoga Ramadhan membawa berkah," ujarnya mengakhiri. (Ian)