Wilson: Tanpa UKW, Wartawan Dicap Kriminal
Minggu, 24 Juni 2018 | Dilihat: 1174 Kali
Jakarta, Skandal
Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke menilai hanya di Indonesia wartawan tanpa mengikuti Uji Kompetensi Wartawan (UKW) dianggap kriminal.
"Akibat diskriminasi kebijakan Dewan Pers (DP) ini cukup banyak wartawan yang menjadi pesakitan lantaran pemberitaan," ujar lulusan ujar lulusan PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu dalam rilisnya di grup WA Menggugat Dewan Pers, semalam 24/6.
Bahkan, menurut dia, beberapa wartawan tewas oleh kebiadaban kebijakan lembaga yang seharusnya mengayomi dan melindungi pekerja pers.
Sekadar contoh, Wilson menyebut kasus tewasnya wartawan Sinar Pagi Baru, Muhammad Yusuf di Lapas Kotabaru, 10 Juni 2018 lalu hanyalah satu kisah memilukan dari jejeran mayat wartawan Indonesia yang teraniaya karena tidak dilindungi sebagaimana seharusnya seperti diamanatkan oleh UU No 40 tahun 1999.
"Perlindungan terhadap warga negara yang berprofesi jurnalis masih rendah. Delapan belas tahun usia Undang-Undang No. 40 tahun 1999, tetapi selama ini hampir tidak diterapkan sama sekali.
Semua itu, Wilson menilai karena berbagai kebijakan Dewan Pers telah menjadi sumber masalah dalam menegakkan kemerdekaan pers di negeri ini.
Menurutnya, Dewan Pers tidak ubahnya mahluk pembasmi wartawan kritis yang berjuang untuk keadilan dan kesejahteraan masyarakat.
"Kriminalisasi wartawan yang terjadi dimana-mana umumnya dipicu oleh kebijakan Dewan Pers yang terkesan hendak membasmi wartawan kritis dan pejuang masyarakat," ujar lulusan PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu.
Wilson mengaku kesabaran para wartawan yang telah menjadi korban keganasan aparat yang diback-up oleh Dewan Pers sudah sampai di batasnya.
"Tidak bisa membiarkan kondisi ini terus-menerus terjadi. Sebagian dari teman-teman wartawan itu telah menjalani persidangan dan menerima hukuman badan dengan pasrah, bahkan rela mati demi memperjuangkan masyarakatnya melalui jurnalisme. Kita harus menghentikan kekejian dan kezaliman lembaga Dewan Pers ini," serunya berapi-api.
Pria yang sempat mengenyam pendidikan di tiga universitas terbaik di Eropa itu merasa sangat sedih melihat perlakuan aparat terhadap wartawan. Dalam banyak kasus, hasil investigasi dugaan korupsi pejabat, perilaku KKN aparat dan pengusaha, penyalahgunaan wewenang, dan lain-lain, yang dipublikasikan di media-media massa, selalu dianggap sebagai pencemaran nama baik. Aparat penegak hukum bukannya bergerak menyelidiki laporan wartawan yang dipublikasikan itu, tapi justru langsung menangkap wartawan, sipenulis berita..
"Padahal undang-undang pers sebagai payung perlindungan hukum bagi pekerja pers sudah ada, tapi tidak dilaksanakan. Parahnya lagi, Dewan Pers lebih memilih cuci tangan, tidak ingin repot-repot membela wartawan, langsung saja diserahkan ke polisi untuk diproses semau-maunya polisi," jelas Lalengke mengakhiri. (WA-G/Red)