NTB, Skandal
Ribuan massa yang berasal dari organisasi Islam Nahdatul Wathan menyegel Kantor Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Wilayah Nusa Tenggara Barat, Rabu pagi.
Aksi unjuk rasa yang diikuti dengan penyegelan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum dan HAM) menyusul terbitnya SK Menkumham Nomor AHU-0000810.AH.01.08 tahun 2019 pada 10 September 2019. SK tersebut memuat nama Muhammad Zainul Majdi sebagai Ketua Umum Dewan Tanfiziyah (Ketua Umum PBNW).
"Kami sangat menyayangkan keluarnya SK tersebut, padahal, sebelumnya NW pimpinan TGB telah dibatalkan sebagai badan hukum oleh Kemenkumham sendiri melalui Nomor: AHU-26.AH.01.08 tahun 2016," kata Sekretaris Wilayah Pemuda NW, Muhammad Fihirudin di Mataram, Rabu.
Fihirudin menilai, Menkum dan HAM tidak konsisten soal SK yang diterbitkan tersebut. Kontradiksi dengan SK tahun 2016.
"Kami secara tegas menolak dan meminta Menteri Hukum dan HAM mencabut SK Menkumham Nomor AHU 0000810.AH.01.08 tahun 2019 pada 10 September 2019," tegasnya.
Ketua Lembaga Bantuan Hukum NW, Muh. Ihwan SH, mengatakan ribuan massa akan terus diam di Kemenkumham hingga Menkumham Yasonna Laoly membatalkan SK yang terbit tahun 2019.
"Sikap Kemenkumham namanya menjual hukum. Kami tidak akan bergerak (bubar) hingga ada sikap dari Jakarta," ucapnya.
"Bagaimana mungkin perubahan yang diajukan oleh perkumpulan yang tidak berbadan hukum dapat diterbitkan SK pengesahan oleh Kementerian Hukum dan HAM? Apakah hal ini merupakan perintah Undang-Undang ataukah atas perintah non Undang-Undang, Non Peraturan," cecarnya.
Ihwan juga menjelaskan telah menyampaikan pada Kemenkum dan HAM melalui surat Nomor: 037-A/PBNW-XIV/VIII/2019 tanggal 24 Agustus 2019, yang mengatakan adanya kekeliruan Menkum dan HAM menerbitkan SK baru yang mengesahkan NW pimpinan TGB. Terlebih lagi telah ada Putusan Mahkamah Agung Nomor: 2800 K/Pdt/2018 tanggal 14 November 2018 yang telah berkekuatan hukum tetap.
"Di mana putusan tersebut merupakan putusan sengketa Hak Keperdataan atas Perkumpulan Nahdlatul Wathan antara Hj. Sitti Raihanun Zainuddin Abdul Majid sebagai Ketua Umum Pengurus Besar NW berdasarkan Akta Pendirian Nomor: 48 tanggal 29 Oktober 1956, Berbadan Hukum berdasarkan Penetapan Menteri Kehakiman RI melalui surat Nomor: J.A.5/105/5, tanggal 17 Oktober 1960, diumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI Nomor: 90, tanggal 8 November 1960. melawan Perkumpulan Nahdlatul Wathan Pimpinan M. Zainul Majdi," ungkapnya.
Ia menambahkan, putusan MA pada tanggal 7 April 2016 yang telah berkekuatan hukum tetap telah membatalkan Keputusan Menkumham Nomor: AHU-00297.60.10.2014 tentang Pengurus dan Pendirian Badan Hukum Perkumpulan Nahdlatul Wathan, di mana di dalam susunan organisasi Ketua Umum dijabat
oleh TGB Majdi.
"Bagaimana mungkin Kemenkum dan HAM menerbitkan SK Pengesahan Pengurus Nahdlatul Wathan dengan Ketua Dewan Tanfidziah (Ketua Umum PBNW) atas M. Zainul Majdi, padahal TGB Majdi bukan siapa-siapa dalam perkumpulan," katanya.
Menurutnya, NW sendiri telah melayangkan somasi atas SK yang diterbitkan Kemenkumham. Somasi tersebut mendesak pembatalan SK tersebut dalam waktu 3x24 jam sejak dilayangkan pada 10 September 2019, beberapa saat setelah diterbitkan SK tersebut.
Ihwan mengungkapkan, sejak 2016 akses perkumpulan NW dalam kondisi terblokir karena perkara-perkara yang disengketakan, sehingga tidak dapat mengakses SABH untuk mencatat Hasil Muktamar XIV.
"Sehingga kami mengajukan surat Nomor: 037-A/PBNW-XIV/VIII/2019. Namun, sebelum kami dapat melakukan pencatatan Pengesahan Kepengurusan PBNW
Hasil Muktamar XIV karena permohonan buka blokir sedang berproses, ternyata Pihak TGB Majdi telah lebih dulu dapat mencatatkan kepengurusan NW yang tidak jelas asal usulnya melalui SK Nomor: AHU-0000810.AH.01.08.Tahun 2019," ucapnya.
Karena itu, mereka mempertanyakan bagaimana mungkin TGB Majdi melalui notaris Hamzan Wahyudi dapat membuka blokir akses SABH Perkumpulan NW yang secara ketentuan peraturan perundang-undangan ada di bawah kendali Kemenkumham.
"Apakah Zainul Majdi punya kunci khusus sehingga dengan semaunya bisa membuka akses blokir SABH yang sesungguhnya menjadi kewenangan penuh Menkumham," imbuhnya.
Selain itu, pihaknya juga meminta Kemenkum dan HAM memeriksa notaris Hamzan Wahyudi, karena menjalankan jabatannya secara tidak cermat dan pihaknya juga meminta Kemenkum dan HAM memeriksa notaris Hamzan Wahyudi, karena menjalankan jabatannya secara tidak cermat dan hati-hati. Sebab peristiwa serupa telah terjadi pada tahun 2014, di mana akses SABH ke AHU Online juga dilakukan oleh notaris Hamzan Wahyudi," katanya. (Ist)