Proyek Prona di Pati Jadi Bancaan Pelbagai Pihak
Senin, 25 Februari 2019 | Dilihat: 1651 Kali
Skandal, Pati
Program Presiden Jokowi lewat PTSL mengundang berbagai pro dan kontra di Kabupaten Pati, Jawa Tengah.
Bagi yang pro, khususnya sejumlah oknum dari berbagai profesi yang menawarkan bisnis pathok alias tapal batas tanah. Sedang yang kontra, karena tidak kebagian bisnis penawaran pathok atau tapal batas, berkedok wartawan dan media. Mereka bisa memonopoli PTSL, seperti terjadi di Kabupaten Rembang.
Di Pati, sejak 2018 menuai polemik. Misalnya saja di Desa Kedung Winong Kecamatan Sokolilo Pati, dipimpin Sriyatun, yang hanya memungut biaya di bawah SKB Menteri yaitu Rp 113 ribu.
Namun faktanya,
Sriyatun bukannya diacungi jempol. Malah dicibir oleh beberapa desa di Kabupaten Pati. Maklumlah mereka melakukan pungutan bervariasi. Ada Rp 500 ribu, Rp 700 ribu bahkan sampai Rp 1.000.000.
"Pungutan itu memang benar terjadi dan bervariasi di berbagai desa," ujar Tugiyono yang katanya Pemred suara Hukum Online.
Sementara H.Suyanto, dari LSM LPPNRI Pati, juga mengaku jika desanya di Tlogosari dipungut Rp 600 ribu. "Ya benar di desa Tlogosari dipungut biaya PTSL Rp 600 ribu," ujar Haji Yanto yang juga penasehat PWOIN Pati.
Kepala Desa Kedung Winong, Sriyatun, benar benar melayani masyarakat Desa Kedung Winong lewat program PTSL Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), dengan biaya Rp 113 ribu sesuai SKB 3 mentri yang biayanya Rp 150ribu.
Di Balai Desa Kedungwinong, Kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati, Kamis (21/2), dibagikan sertifikat yang ketujuh kalinya, seperti di Kecamatan Cluwak, Kecamatan Pucakwangi, Kecamatan Tlogowungu, Kecamatan Batangan dan Kecamatan Kayen.
Kades Kedungwinong, Sriyatun mengungkapkan besaran biaya yang dikenakan bagi masyarakat penerima program ini hanya sebesar Rp 113.000.
"Iya benar, biaya yang dikeluarkan hanya sebesar Rp 113 ribu rupiah. Dari biaya tersebut, hanya kita gunakan untuk membeli patok batas, materai serta biaya untuk pemberkasan", ungkapnya usai penyerahan sertifikat di Balai Desa.
Sriyatun menerangkan, dari 750 penerima program PTSL, 23 di antaranya ada yang terkena PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). Dia pun merasa peduli kepada 23 warganya tersebut, kemudian pihaknya memberikan blangko sehingga mereka dapat mengurus sertifikat secara gratis. Merasa paling murah dalam mengurus sertifikat PTSL ini, Sriyatun pun mengaku tidak khawatir akan mendapat protes maupun cibiran dari desa lain yang biayanya jauh di atas desa Kedungwinong.
"Ya kita kan punya rumah tangga sendiri - sendiri, dan mengurus pemerintahan sendiri - sendiri, terlebih desa Kedungwinong mempunyai prinsip meringankan beban masyarakat. Dan alhamdulillah, di tahun 2019 ini kita akan mendapat jatah program PTSL sebanyak 2.000 bidang, dengan biaya yang sama yakni 113 ribu", tegasnya.
Terkait biaya pengurusan sertifikat yang sangat murah tersebut, Bupati Pati Haryanto mengapresiasi langkah yang ditempuh Pemdes Kedungwinong. Dia menyebut bahwa biaya mengurus sertifikat dengan biaya 113 ribu itu patut dicontoh oleh desa - desa yang lain.
"Baik itu, malah agar bisa dicontoh oleh desa maupun daerah yang lain. Sebab, tiap desa itu kan punya aturan maupun kebijakan sendiri yang mana tujuannya untuk meringankan masyarakatnya," jelasnya usai menyerahkan sertifikat kepada warga.
Terkait regulasi pembiayaan program PTSL ini, Bupati menyebut bahwa dari pemerintah kabupaten memang tidak ada regulasi yang mengaturnya. Sebab regulasi tersebut adalah dari Gubernur Provinsi Jawa Tengah melalui surat edaran yang dikirimkan kepada tiap daerah se - Jawa Tengah(@456449pwoinjt