Kasus Nuril Membuat "Bopengnya"
Senin, 19 November 2018 | Dilihat: 983 Kali
Mataram Skandal
Kasus kriminalisasi yang menimpa seorang mantan guru honorer di SMAN 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat, Baiq Nuril Maknun, menambah - maaf ---' "bopengnya" wajah catatan penegakan hukum di Indonesia.
Mahkamah Agung (MA) yang diharapkan menjadi benteng terakhir pencari keadilan, justru menambah penderitaan korban. Baiq Nuril diganjar MA 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta, subsider 3 bulan penjara.
"Ibu Nuril menjadi korban pelecehan seksual secara verbal, justru malah dinyatakan bersalah oleh Mahkamah Agung (MA)," tutur
Koordinator Relawan Intlektual Wawan Satriawan (RI-WS), Andi Winata kepada awak media.
Nuril sebelumnya kerap mendapatkan pelecehan secara verbal dari Kepala Sekolah SMAN 7 Mataram, Muslimin. Dia suka menceritakan pengalamannya berhubungan seksual dengan wanita lain yang bukan istrinya melalui telepon.
Tak nyaman dengan hal itu, Nuril merekam percakapan untuk membantah tudingan punya hubungan gelap dengan Muslimin. Namun, rekaman itu kemudian menyebar tanpa dia kehendaki. Muslimin melaporkannya dengan tuduhan pelanggaran Pasal 27 ayat (1) UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Pengadilan Negeri Mataram memutus Baiq Nuril tidak terbukti menyebarkan konten yang bermuatan pelanggaran kesusilaan. Jaksa penuntut umum lantas mengajukan banding hingga tingkat kasasi.
Mahkamah Agung kemudian memutus Baiq Nuril bersalah pada 26 September 2018. MA menghukum Baiq 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan.
"Kami mendesak Mahkamah Agung (MA) agar Ibu Nuril segera dibebaskan dari status jeratan hukum. Ibu Nuril adalah satu dari sekian banyak perempuan yang menjadi korban pelecehan seksual,"tegas Andi.
Baiq Nuril, kata dia, bukan hanya harus dibebaskan, tapi juga diberi penghargaan, karena berani melawan tindakan asusila yang dilalukan oleh atasannya yang kabarnya kini sudah naik pangkat. Tak banyak korban asusila yang berani bertindak dan melawan.
Dia juga bertanya bagaimana bisa seorang korban pelecehan yang seharusnya dilindungi, justru malah dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman.
"Karena itu, kami dari RI-WS siap memberikan bantuan hukum dan pendampingan khusus kepada Ibu Nuril dalam menghadapi kasus ini dan melawan segala bentuk pelecehan kepada kaum perempuan", tambahnya.
Dia berharap jangan sampai kasus Nuril membuat para korban pelecehan lain enggan bersuara dan tidak mau melawan karena takut dengan ancaman penjara.
Menurutnya, negara harus hadir dan melindungi para perempuan dari ancaman pelecehan dalam bentuk apapun. Jangan sampai negeri ini hanya banyak pengadilan tapi susah mencari keadilan. "Perempuan harus kita lindungi dan kita muliakan, tandasnya
Pihaknya juga mengimbau kepada para perempuan di Tanah Air khususnya di NTB agar jangan takut untuk bersuara dan melawan saat menjadi korban pelecehan. [] NP08