Tutup Menu

Meski Melanggar Aturan,Perhutani KPH Banyuwangi Selatan Masih Adem Ayem

Selasa, 11 Februari 2020 | Dilihat: 839 Kali
    


Banyuwang, Skandal

Kebijakan Perhutani KPH Banyuwangi Selatan, lumayan menggelitik untuk disimak. Manajemen lokal perusahaan BUMN ini terbilang sangat tegas ketika menghadapi kasus kalangan wong cilik. Tapi terkesan adem ayem ketika bersinggungan dengan kalangan pengusaha.

Sabtu, 8 Februari 2020 lalu, pihak Perhutani KPH Banyuwangi Selatan, telah mem Polisi kan, EK, warga Dusun Pancer, Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran. EK yang dari kalangan Wong Cilik, diamankan lantaran mencuri kayu di Gunung Salakan, yang merupakan kawasan hutan Perhutani.

Namun disisi lain, Perhutani KPH Banyuwangi Selatan, terkesan cukup lunak terhadap keberadaan homestay Mojo Surf Camp Pulau Merah. Padahal, tempat usaha ini disinyalir milik Warga Negara Asing (WNA). Proses pembangunan pun tidak dilengkapi Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

Homestay yang berdiri berdampingan dengan tempat ibadah sakral Pura Tawangalun tersebut disinyalir juga menjual minuman keras kadar alcohol tinggi secara ilegal.

Administratur Perhutani KPH Banyuwangi Selatan, Nur Budi Susatyo menegaskan bahwa lokasi homestay Mojo Surf Camp Pulau Merah merupakan objek tanah yang sedang diproses Tukar Menukar Kawasan Hutan (TMKH), yang dimohon masyarakat Dusun Pancer, Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, sejak tahun 2006 silam. Sebagai salah satu upaya penyelesaian masalah pendudukan kawasan hutan sejak tahun 1965 dan relokasi pasca bencana tsunami tahun 1993.

Karena masih proses TMKH, maka objek tanah masih menjadi wilayah Perhutani KPH Banyuwangi Selatan.

“Sesuai peraturan tentang TMKH, bahwa tukar menukar kawasan hutan diperbolehkan untuk menyelesaikan pendudukan tanah kawasan hutan yang harus dilengkapi dengan persyaratan teknis tertentu,” katanya, Senin (10/2/2020).

Nur Budi Susatyo membantah jika ada anggapan pihaknya telah melakukan praktik kongkalikong dengan pemilik dan pengelola homestay Mojo Surf Camp Pulau Merah. Meskipun dia tidak menjatuhkan satu pun sanksi tegas, dikala hutan yang menjadi tanggung jawabnya digunakan tempat usaha tanpa izin. Dan tempat usaha yang gandeng tempat ibadah tersebut diduga milik WNA, serta disinyalir menjual miras secara ilegal.

“Perhutani tidak melakukan jual beli dan melarang siapa pun untuk melakukan jual beli lahan,” ungkapnya.

Dia juga menjelaskan bahwa sesuai kesepakatan, saat ini panitia TMKH sanggup menghentikan pemukiman baru. Padahal, yang menjadi tanda tanya besar di masyarakat bukan terkait pemukiman, melainkan tempat usaha yang disinyalir milik WNA.

Sedang keberadaan homestay Mojo Surf Camp Pulau Merah tersebut, diduga telah melanggar Undang-Undang (UU) No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Dimana pada Pasal 50 ayat 3 huruf (a), disebutkan bahwa setiap orang dilarang mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah.

Dan Pasal 78 ayat 2, yang berbunyi barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat 3 huruf (a), diancam dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda Rp 5 M.

Tak hanya itu, pembangunan homestay Mojo Surf Camp Pulau Merah diduga juga melanggar Peraturan Pemerintah (PP) No 104 Tahun 2015 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan. Dimana di Pasal 18, ditegaskan bahwa sebelum diterbitkannya keputusan Pelepasan Kawasan Hutan, pemegang persetujuan prinsip TMKH dilarang melakukan kegiatan dalam Kawasan Hutan yang dimohon.

Serta terindikasi menabrak Pasal 15 ayat 3, PP No 104 Tahun 2015 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan yang menyebutkan, pemegang persetujuan prinsip TMKH dilarang memindahtangankan persetujuan
prinsip TMKH kepada pihak lain tanpa persetujuan Menteri. Dugaan pasal ini mencuat menyusul homestay Mojo Surf Camp Pulau Merah disinyalir milik WNA. Sedang pengelola adalah Zainal Arifin alias Ari, warga Desa Ringintelu, Kecamatan Bangorejo.

Sementara, TMKH di Dusun Pancer, Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, adalah usulan masyarakat setempat. Dan pemilik dan pengelola homestay Mojo Surf Camp Pulau Merah, bukan warga Dusun Pancer, Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran.

Tak berhenti disitu, dalam fenomena penguasaan hutan dilayah Perhutani KPH Banyuwangi Selatan ini diduga juga melanggar Pasal 16 dan 31, Permen LHK No P.97 Tahun 2018 tentang Tukar Menukar Kawasan Hutan. Namun entah kenapa, Nur Budi Susatyo, selaku Administratur Perhutani KPH Banyuwangi Selatan, terlihat sangat koordinatif dan seolah enggan melakukan penegakan supremasi hukum.

Berbeda jauh ketika ada Wong Cilik melakukan pelanggaran diwilayah hutan Perhutani KPH Banyuwangi Selatan.

“Sesuai kesepakatan, panitia TMKH sanggup menghentikan bangunan pemukiman baru,” ucap Nur Budi Susatyo enteng, ketika wilayah hutan yang menjadi tanggung jawabnya dibangun tempat usaha dengan tanpa izin.

Menanggapi keberadaan homestay Mojo Surf camp Pulau Merah, Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Banyuwangi, Suminto, mendesak instansi terkait, baik Perum Perhutani, pemerintah daerah dan aparat penegak hukum untuk bertindak tegas. Walau tidak berpengaruh pada aktivitas ibadah, menurutnya tempat usaha diduga tanpa izin serta disinyalir menjual miras secara ilegal, sangat tidak etis berdiri disamping pura Tawangalun.

“Saat tidak sesuai regulasi mohon ditindak,” tegasnya.

Pernyataan senada juga disampaikan Rektor Institut Agama Islam Darussalam (IAIDA) Blokagung, Banyuwangi, KH Ahmad Munib Syafaat, Lc, M.EI. Menurutnya, siapa pun pemilik homestay wajib hukumnya mengantongi izin. tetap menjaga azas kesopanan dan tetap menjaga norma dan adat masyarakat Bumi Blambangan.

“Dan jika ternyata nilai-nilai yang harus dijaga dan menjadi nilai kehormatan masyarakat Banyuwangi dilanggar, maka pemerintah daerah harus berani menertibkan,” ungkapnya.

Anggota Dewan Pengasuh Pondok Pesantren Darussalam Blokagung, yang juga anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Banyuwangi ini mendesak pemerintah daerah dan aparat untuk segera bertindak.

“Khusus miras dan perizinan  harus menjadi atensi yang lebih. Buat pemda dan aparat kalau ini dibiarkan khawatir akan menjadi preseden yang buruk,” ucapnya.

Ketua Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) Nahdlatul Ulama (NU) Banyuwangi, Fahrurrozi, tegas menolak keberadaan homestay tak berizin dan yang memperjual belikan miras secara ilegal.

“Amar ma'ruf nahi mungkar harus kita lakukan karena sudah dengan terang-terangan berani menyediakan miras yang jelas-jelas di larang oleh Alloh, karena mudlorotnya lebih banyak daripada manfaatnya,” ungkap Ketua Asosiasi Pondok Pesantren NU Bumi Blambangan ini.

Namun sayang, Zainal Arifin alias Ari, selaku pengelola homestay Mojo Surf Camp Pulau Merah, menolak berkomentar. Pertanyaan dari wartawan tidak diberi jawaban oleh kader dan mantan Calon Legislatif (Caleg) Partai Nasdem Banyuwangi tersebut. {MS}

 

Dapatkan Info Teraktual dengan mengikuti Sosial Media TabloidSkandal.com