Skandal Pati.
Berbagai elemen masyarakat yang tergabung dalam Gerakan Jalan Lurus (GJL), menggruduk Kantor DPPKAD Pati.
Mereka menuntut pungutan pajak yang semakin mencekik rakyat.
Mereka menilai ketetapan pajak bea perolehan hak atas tanah bumi dan bangunan di seluruh Jawa Tengah dan DI Jogyakarta, bahkan kemungkinan se Indonesia, dinilai menyalahi ketentuan dan sangat merugikan rakyat.
Bupati Pati
"Itu memberatkan mencekik leher," tegas Ryanta, koordinator demo.
Dia menilai pungutan pajak yang memberatkan rakyat, itu sama dengan kejahatan, ataupun perampokan yang dilakukan negara.
"Iya benar seperti perampokan oleh negara," tegas Riyanta.
Lawyer yang juga aktivis itu mencontohkan, jika membeli sebidang tanah, akan dikenakan pajak BPHTB sebesar 5 persen dari nilai transaksi. Setelah itu, dikurangi Rp 60 juta.
"Ini saja khusus di kabupaten Pati,terlebih pengenaan pajak BPHTB sebesar 2,5 persen dikali nilai transaksi. Nah Kabupaten Pati sendiri termasuk satu-satunyanya yang memungut 2.5 persen dari pajak BPHTP".ujar mantan Polri yang pensiun muda ini.
Sayangnya, dalam praktek, pihak Pemkab Pati melalui DPPKAD, memungut pajak dengan perhitungan yang merugikan rakyat.
"Inilah yang di sebut sebagai perampokan oleh negara dengan alasan pajak," ujarnya semangat.
Lagi-lagi Ryanta memberikan contoh. Ada transaksi Rp160 juta yang mestinya BPHTBnya 2,5 persen x Rp100 juta atau Rp2,5 juta. Tapi, saat itu oleh DPPKAD Kabupaten Pati lewat PPAT Sugiarti S.H yang beralamat sebelah utara Markas Korps Polisi Militer, justru dipatok membayar dengan harga Rp 2 milyar.
Contoh lain, lawyer kelahiran Sleman ini,
menyebut warga desa Pohijo, Kecamatan Margoyoso, Kabupaten Pati. "Masih banyak masyarakat yang mengalami hal serupa. Jika dibiarkan merugikan masyarakat. ini adalah kejahatan yang struktural oleh negara Makanya harus segera dihentikan melalui tekanan sosial," ungkapnya blak blakan
Anton S
Bupati Pati Haryanta saat konfirmasi via WA dengan kepala biro media skandal online, menilai tidak apa-apa adanya demo tersebut
"Justru untuk Kabupaten Pati pungutan pajaknya lebih rendah di banding kabupaten kabupaten lainya",kata orang nomer satu di Pati ini.
Anton Sugiman, pegiat anti korupsi Pati merasa kesal atas kebijakan Pemkab Pati yang semakin menyusahkan rakyat.
Anton menuduh kebijakan Pemkab Pati dengan pedagang kaki lima semakin mempersulit untuk peningkatan ekonomi pedagang.
Menurut mantan Humas ini, semenjak pedagang kaki lima pindah dari Simpang Lima Alun Alun Pati ke tempat Komplek Perhutani, pendapatan pedagang semakin menyusut karena faktor daya beli masyarakat menyusut. (Pwojateng)