TabloidSkandal.com - Kuta [Bali]
Adat-istiadat atau kebiasaan pada setiap daerah tentu berbeda-beda, karena beragamnya suku, ras dan agama yang ada. Itulah yang membuat Indonesia kaya dengan budaya, termasuk juga adat-istiadatnya.
Begitu juga dengan kebiasaan masyarakat Bali secara umum, memiliki ciri khas tersendiri, begitu kuat budaya yang ditanamkan oleh para orang tua dan leluhur, dari generasi ke generasi sampai sekarang ini.
Secara umum masyarakat Bali itu ramah-tamah dan berprilaku sopan santun, kebiasaan dan budaya masyarakat Bali yang sopan santun tersebut salah satunya adalah dengan cara menggunakan bahasa yang lebih halus apabila seorang anak muda berbicara kepada orang yang lebih tua.
Bagi masyarakat Bali sangat tidak sopan menunjuk dengan tangan kiri, lebih-lebih menunjuk menggunakan kaki, karena bisa saja lawan bicara tersinggung, apalagi belum dikenal.
Sejatinya kekayaan budaya seperti inilah yang disebut dengan harta warisan budaya leluhur, yang wajib kita jaga bersama agar tidak hilang dari Pulau Bali.
Pada era digital ini, semua orang bebas mendapatkan informasi yang dibutuhkan dari seluruh dunia dalam hitungan detik, semua orang bisa berteman dengan siapa saja, baik dengan penduduk kota- kota besar diseluruh Indonesia bahkan dengan penduduk dari berbagai negara didunia.
Sungguh suatu kondisi yang sangat menyenangkan bagi semua orang. Sungguh sangat beruntung bagi kita yang hidup di era digital ini.
Akan tetapi kita harus waspada, selain kemajuan, era modern ini juga dapat menimbulkan hal-hal baru yang merugikan bagi kita, waspadalah! terutama bagi generasi muda Bali. Jangan sampai karena pergaulan yang universal malah melunturkan budaya dan jati diri sebagai orang Bali.
Seorang spiritualist dari Legian Guru Gde Morgan Made Suartha (58) merasa sangat prihatin terhadap tanda-tanda penurunan nilai-nilai prilaku dan sopan santun yang diperlihatkan oleh generasi muda Bali.
Belum lama ini menurut Guru Gde Morgan Made Suartha terjadi peristiwa yang sangat memprihatinkan di Pantai Kuta, yaitu seorang tokoh masyarakat Kuta menegur sekelompok orang yang sebagian besar anak muda, yang sedang menggelar pesta miras pada pagi hari ditepi Pantai Kuta sampai menimbulkan cekcok mulut dan akhirnya kelompok orang yang pesta miras tersebut dibubarkan oleh SATGAS Pantai Kuta.
Tidak terima ditegur pesta mirasnya, beberapa orang melampiaskan kekesalannya melalui postingan di sosial media dengan tulisan-tulisan dan meme yang provokatif, alhasil postingan tersebut mendapatkan reaksi dari netizen, banyak komentar dari netizen, mereka yang tidak tahu pasti duduk persoalan yang sebenarnyapun juga ramai-ramai ikut mem“bully” tokoh tersebut.
Yang sangat membuat Guru Gde Morgan Made Suartha prihatin adalah sebagian besar dari pem”bully” tersebut adalah generasi muda Bali, yang menulis kalimat-kalimat keji, fitnah dan hoax yang sangat tidak pantas dikeluarkan oleh anak muda kepada orang yang lebih tua.
Terlebih lagi ada seorang pemusik cukup terkenal di Bali, merupakan teman dari anak sang tokoh, yang dulu setiap hari bermain, makan, minum dan menginap dirumah tokoh tersebut malah ikut mem“bully” sang tokoh dengan kalimat-kalimat yang juga sangat tidak pantas dan menyinggung harga diri keluarga, seperti kacang lupa sama kulitnya.
Seyogyanya sesuai ajaran para leluhur pemusik tersebut setelah sukses dan terkenal, seharusnya menggunakan “Ilmu Padi”, semakin berisi semakin merunduk, bukan malah sebaliknya.
Dia telah keluar dari norma norma orang Bali pada umumnya, ramah, santun dan selalu mengingat Karma Phala: Baik buruk perbuatan akan selalu terbalaskan.
Guru Gde Morgan Made Suartha mengharapkan generasi muda Bali kembali kepada jati diri masyarakat Bali, yaitu menjaga sopan santun kepada siapapun, apalagi kepada orang yang lebih tua, sebelum semuanya merusak tantanan sendi-sendi kehidupan di Bali.