Jakarta, Skandal
Anggota DPRD dari Fraksi Golkar, Ruddin Akbar Lubis mengusulkan oerkara yang membelit Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) Teguh Hendrawan ditangani oleh Tim Bantuan Hukum yang melibatkan unsur Kejaksaan Tinggi Jakarta.
"Kok menjalankan perintah dan instruksi gubernur dijadikan tersangka. Apalagi kasusnya hanya sengketa lahan (perdata) yang saling klaim antara warga dan Pemda," jelas Raddin dalam bincang-bincangnya dengan Skandal di Fraksi Golkar, DPRD DKI, kemarin siang, 3/9.
Ruddin Akbar Lubis, yang dikenal sebagai mantan Pengacara ini, juga mengaku heran kasus saling klaim lahan dalam Pembangunan Waduk Rorotan di Jakarta Timur ini melompat jadi pidana. Teguh dinyatakan melanggar pasal 279 dan 249 tentang penyerobotan dan pengerusakan.
"Penyidik sepertinya tidak profesional, terburu-buru menetapkan Teguh sebagai tersangka," ungkapnya. Padahal yang benar, selesaikan dahulu soal kepemilikannya (perdata) baru ke pidana.
Aoalagi, sepanjang pengetahuannya, kasus Waduk Rorotan itu kepemilikannya sudah diserahkan ke Pemda sebagai bentuk Fasilitas Umum (Fasum) dan Fasilitas Sosial (Fasos).
"Penyerahannya sudah lama, jauh sebelum Foke Gubernur," tegas lelaki yang akrab dengan panggilan Akbar Lubis.
Bahkan, menurut dia, badan ini sekaligus momentum dan pintu masuk bagi Pemda membentuk Badan Penanganan Hukum dan Pengawasan Aset-Aset Pemda DKI.
"Saya pikir lembaga ini perlu dibentuk sekaligus melikwidasi Biro Hukum," tuturnya.
Menurut dia, meski tugas keduanya sama-sama mengamankan aset Pemda, namun dalam orakteknya badan tersebut lebih otonom: tidak menunggu oerintah dan instruksi gubernur.
"Jadi badan ini bisa melakukan penyelidikan dan menginventarisir aset-aset Pemda, termasuk yang hilang," tutur dosen di Universitas Trisakti ini.
Akbar Lubis berharap badan ini bukan hanya sekadar "memadamkan" api, tapi juga dapat mencegah api menyala besar ( jadi persoalan hukum).
Sementara Biro Hukum yang diamatinya selama ini hanya "memadamkan api", tidak responsif dan reaktif kecuali menunggu instruksi gubernur. "Saya pikir model seperti ini sudah tak cocok. Jadi harus diganti yang sifatnya otonom," ujarnya menyebut aset Pemda yang hilang mencapai triliunan.
Karena itu, kata lelaki berdarah Mandailing, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, badan ini diisi oleh birokrat karir maupun non karir jika dibutuhkan. "Mereka bertanggungjawab langsung dan berkoordinasi dengan gubernur," paparnya menyakini jika Lembaga Penanganan Hukum dan Pengawasan Aset kasus Teguh tidak akan terjadi sebagai tersangka dalam menjalankan Perintah gubernur. (Ian)