Pelabuhan di Sulawesi Tenggara Jadi Bancakan Oknum
Jumat, 16 November 2018 | Dilihat: 1593 Kali
Sebuah Fasilitas Pelabuhan
Jakarta Skandal
Masih ingat kisah dua Dirjen Perhubungan Laut (Hubla) , Bobby Renold Mamahit dan Tony Budiono? Keduanya meringkut di penjara gara-gara ketanggor korupsi.
Bobby, yang dikenal sebagai mantan pelaut, diciduk KPK . Ia diduga tersangka dalam kasus korupsi pembangunan Balai Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran (B2IP) di Sorong Papua, anggaran APBN 2011. Di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Bobby divonis 5 tahun penjara.
Ternyata, kasus Bobby, bukanlah yang pertama dan terakhir. Seperti halnya “turun temurun”, sang pengganti, Tony Budiono, ikut-ikutan juga. Ia diciduk oleh KPK di rumah dinasnya, kawasasn Gunung Sahari, dengan sangkaan menerima suap proyek pengerukan Pelabuhan Tanjung Mas Semarang dari tahun 2016 hingga 2017.
Di Tipikor, Tony yang dikenal religius ini mengaku bersalah. Ia pasrah divonis 5 tahun penjara oleh Tipikor. “Sebagai orang yang beriman, saya mengaku bersalah,” jelas Toni, yang menurut KPK, menerima suap sekitar Rp 20 miliar.
Padahal, Tony dikenal gencar mengingatkan jajarannya agar tidak bermain-main di ranah korupsi, menyusul kasus pungli yang sempat digrebek polisi, 2016. Bahkan, saat itu, Presiden Jokowi turun langsung menyidak penangkapan tersebut di Gedung Kemenhub.
Meski dua Dirjen Hubla mendekam di balik jeruji, diperkirakan belum menyurutkan kasus-kasus korupsi di instansi itu. Apalagi, Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, menyebut Hubla lahan yang basah, hingga rentan dari kasus-kasus pungli.
“Saya yakin masih ada,” jelas sumber yang tidak mau disebutkan jati dirinya. Sekadar gambaran, sumber menyebut pelabuhan laut di kawasan Sulawesi Tenggara (Sultra). "Di sana masih ada proyek yang dibangun asal-asalan, khususnya soal Fasilitas Pelabuhan (Faspel), ” jelasnya tanpa mau menyebut daerah lokasinya, kecuali dikenal sebagaai penghasil nikel.
Menurut dia, Faspel tersebut jadi bancakan pelbagai oknum. Dari mulai birokrat, hingga wakil-wakil rakyat terhormat. “Saya bingung, kok jadi pembiaran oleh mereka,” lanjutnya mengelus dada. Padahal, proyek Faspel itu, menggeroti APBN 2015-2016 mencapai Rp 20 miliar.
Dia berharap agar kasus-kasus korupsi di Hubla dapat diberangus sampai ke akar-akarnya, termasuk adanya pengawasan ketat. “Jika tidak, nanti bakal turun temurun korupsi di instansi itu,” tuturnya mengedipkan mata sekaligus mengakhiri obrolan dengan Skandal di sebuah café di kawasan Blok M. (Ian)