Tutup Menu

Demi Kepastian Hukum, RUU Miskinkan Koruptor Harus Dibahas

Senin, 05 Juni 2023 | Dilihat: 229 Kali
Advokat Rene Putra Tantrajaya, SH, LLM - Ilustrasi Hukum (foto pribadi/Prambors FM)
    
JAKARTA,tabloidskandal.com – Tak selayaknya DPR RI menunda pembahasan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset Tindak Pidana (RUU PATP) hingga belasan tahun, ini sebagai sikap belum seriusnya anggota dewan mengimplementasikan penegakan hukum. Padahal rakyat yang diwakilinya butuh kepastian hukum pemberantasan korupsi dan kejahatan ekonomi lain yang sangat meresahkan.

Demikian ditegaskan advokat muda Rene Putra Tantrajaya, SH, LLM terkait belum dijadwalkannya RUU PATP ke Program Leglisasi Nasional (Prolegnas) Penyusunan Undang-Undang DPR RI hingga 2023, sementara draf ketentuan hukum tersebut sudah diserahkan pemerintah kepada DPR sejak pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), pada 2008. Artinya, sudah limabelas tahun.

“Alasan ditunda, katanya sih, lantaran belum ada surat presiden (Supres) dan persetujuan dari Menteri Keuangan, Jaksa Agung dan Kapolri berkaitan dengan draf RUU tersebut. Karenanya DPR belum menjadikan prioritas ke dalam Prolegnas,” paparnya kepada wartawan, Sabtu (3/6/2023).

Namun, lanjut Rene, sepertinya pada 2023 ini DPR menjadwalkan RUU PATP masuk dalam Prolegnas. Dan diupayakan tahun ini juga disahkan menjadi UU.

“Agar jadwal itu tak meleset lagi, pada 4 Mei 2023 Presiden Joko Widodo (Jokowi) melayangkan Supres kepada pimpinan DPR, yang isinya mendesak untuk sesegera mungkin RUU PATP dibahas,” katanya.
 
Selain itu, tambah Rene, dalam Supres Jokowi menugaskan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo untuk bersama-sama DPR sesegera mungkin membahas RUU tersebut.

Menurut advokat muda ini, wajar jika Jokowi mendesak sesegera mungkin DPR membahas RUU tersebut, mengingat pihaknya telah memperbaiki draf rumusan dari isi sebelumnya, dan tajuknya yang semula RUU Perampasan Aset menjadi RUU Perampasan Aset Tindak Pidana. Secara resmi diserahkan kepada Senayan pada 2016.

“DPR pada 2020 memang ada menggendakan Prolegnas RUU PATP, tapi nyatanya hingga 2023 belum juga dibahas. Alasannya sama seperti sebelumnya, Alasan klasik dari tahun ke tahun,” ungkap praktisi hukum jebolan strata dua alumni strata 2 Leeds Beckett University United Kingdom (Inggris), jurusan International Business Law (2014-2015).

Ditegaskan, setelah Jokowi layangkan Supres dan perintahkan menterinya, tak ada alasan lagi bagi DPR menunda, apalagi draf RUU itu secara resmi sudah diterima dari pemerintah, dan dinyatakan lengkap.

“Secara logika hukum, RUU itu cukup bagus. Harus dijadikan undang-undang, segera mungkin. Saya menyadari pemikiran Presiden Jokowi, betapa pentingnya memberikan sanksi lain selain hukuman pidana bagi pelaku korupsi, atau kejahatan pidana lain yang terkait ekonomi. Yakni, sanksi merampas atau mengambil kembali aset hasil kejahatan,” kata Rene lebih jauh.

Bangsa ini, lanjutnya, ke depan harus bersih dari kejahatan korupsi. Untuk itu, dia setuju jika pelakunya bukan lagi dapat sanksi hukuman badan, tapi juga dimiskinkan kekayaannya. Sebagaimana yang dilakukan pemerintah negeri tirai bambu (China), selain hukuman mati juga harta haramnya disita negara.

Apalagi indeks kejahatan korupsi di Indonesia sangat buruk pada 2022. Beberapa menteri di cabinet Jokowi melakukan korupsi. Lebih mengejutkan lagi, Mekominfo Johny G Plate diduga ngemplang duit negara sebesar Rp. 8,3 tiliun. Jumlah fantastis dalam sejarah rasuah di negeri ini,” kata advokat muda ini.

Rene menegaskan, sudah saatnya bagi anggota DPR untuk turut mensukseskan pesta demokrasi Pemilu 2024, agar rasa apatisme rakyat untuk memilih wakilnya dapat teranulir dengan memproses RUU PATP menjadikan UU PATP jelang diakhir masa pengabdiannya.

Perampasan aset tindak Pidana, menurut Rene, merupakan upaya paksa negara dalam rangka mengambil alih kepemilikan atau penguasaan aset tindak pidana atas dasar putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap.

“Upaya hukum yang termaktub di dalam rumusan RUU PATP merupakan salah satu bentuk penegakan dan kepastian hukum. Cuma anehnya, kenapa RUU memiskinkan koruptor tak segera di bahas DPR, dan dijadikan UU? Mestinya anggota dewan mendukung pemerintah merampas aset hasil kenjahatan bermotif ekonomi,” pungkasnya. (Ajie Jahrudin)
 

Dapatkan Info Teraktual dengan mengikuti Sosial Media TabloidSkandal.com