Rembang, Skandal
Sabut kelapa bukan sekedar limbah. Ditangan Agus Haryadi (48) pengrajin asal Desa Bogorejo - Sedan disulap menjadi produk aneka kerajinan sapu sabut dan sapu lidi yang bernilai jual tinggi.
Merintis usaha bersama isterinya Nahari (28) dan 3 orang pekerja sejak 2008 dengan mendirikan Omah Sapu Mutiara Putri. Ada 2 kateria produk kerajinan yang dihasilkannya. Produk untuk konsumen menengah ke atas terdapat 3 jenis varian produk sapu sabut kelapa dan sapu lidi. Sementara untuk konsumen menengah ke bawah juga terdapat 3 jenis varian produk yang sama hanya saja untuk konsumen menengah ke atas kualitas dan pengerjaannya lebih rumit.
Agus Haryadi Pengrajin Sabut Kelapa dan Lidi saat mengikuti Rembang Expo di Balai Kartini Rembang Sabtu (27/7).
"Untuk Varian Produk kelas menengah ke bawah kami mampu menghasilkan 50 biji perhari. Sedangkan untuk produk kelas menengah ke atas hanya 10-12 biji karena tingkat pengerjaannya lebih rumit dan butuh ketelitian" kata Haryadi saat mengikuti Rembang Expo Sabtu (27/7) di Balai Kartini Rembang.
Dibantu isteri dan 3 orang pekerja usaha home industri inipun mampu menghasilkan produk kerajinan sapu sabut kelapa dan lidi siap jual 60 unit perhari atau setara dengan 1.800 unit sebulan. Harga jual produk cukup terjangkau, untuk 1 unit pengrajin ini mematok harga Rp. 20-25 ribu.
Area pemasaranpun kini telah merambah ke luar daerah yakni wilayah Jatirogo dan Tuban.
Ia mengatakan bahan baku produk diambilnya dari pedagang kelapa yang ada di Rembang. Untuk mengenalkan produk kerajinannya ia rajin mengikuti berbagai expo di berbagai daerah. Hasilnya produk kerajinan sapu sabut kelapa dan lidi mulai dikenal. "Hanya saja sampai saat ini belum mendapat perhatian pemerintah untuk mengembangkan usaha kerajinan ini" ungkapnya.
Ia mengaku pernah mendapatkan order dari luar negeri, namun karena modalnya terbatas tak mampu untuk memenuhi permintaan ekspor tersebut.
"Kami pernah mendapatk tawaran order dari Swis sebanyak 500 unit perbulan, Amerika sebanyak 1.000 unit perbulan dan Timur Tengah 1.000 unit perbulan. Namun karena tak cukup modal dan tenaga kami tak mampu memenuhinya" akunya.
Disingung soal uluran tangan pemerintah ia mengaku belum pernah mendapatkan. Ia berharap ada uluran tangan pemerintah untuk mengembangkan usahanya. ( Sutrisno/Rbg).