Praktisi Hukum Didi Supriyanto:
Penegakan Hukum, Momentum 100 Hari Pemerintahan Prabowo
Rabu, 27 November 2024 | Dilihat: 51 Kali
Praktisi Hukum Didi Supriyanto, SH, M.Hum
JAKARTA, tabloidskandal.com – TERKAIT 100 hari pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Kejaksaan dan Kepolisian nampaknya berusaha mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap penegak hukum dan penegakan hukum dengan momentum penertiban aparatur negara dan aparat hukum. Khususnya pelaku korupsi.
“Hal itu terlihat adanya aksi beberapa hari pasca pelantikan Prabowo-Gibran sebagai Presiden dan Wakil presiden. Yakni, Kejaksaan membongkar kasus dugaan penyuapan (gratifikasi) yang melibatkan tiga oknum hakim Pengadilan Negeri Surabaya (PN Surabaya), yaitu: ED, M dan HH, serta mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), ZR. Ditambah oknum pengacara berinisial LH,” demikian dikatakan praktisi hukum yang juga advokat senior Didi Supriyanto, SH, M.Hum berkaitan penegakan hukum diawal pemerintahan Presiden Prabowo, kepada wartawan baru-baru ini.
Sementara di kubu Kepolisian, lanjut Didi, penyidik Bareskrim Polri menetapkan mantan Direktur Umum PT Pertamina periode 2012-2014 Luhur Budi Djatmiko sebagai tersangka dugaan korupsi pembelian lahan seluas 48.279 meter persegi di kawasan Kuning an, Jakarta Selatan. Kasus ini berakibat negara merugi sebesar Rp. 348 miliar.
“Tindakan Kejaksaan masih ada lagi. Yaitu, Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat (Kejati Sumbar) menetapkan 11 dari 12 tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan lahan pembangunan tol Padang-Pekanbaru yang telah merugikan keuangan negara sebanyak Rp. 27 miliar. Satu pelaku di antaranya meninggal dunia. Penetapan tersangka itu dilakukan sepekan setelah pelantikan,” ungkapnya.
Selain itu, ditambahkan Didi, tepatnya pada 29 Oktober 2024 Kejaksaan Agung (Kejagung) RI menetapkan mantan Mendag TTL atau lebih akrab dipanggil Tom Lembong yang juga selaku tim sukses Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar pada Pilpres 2024, sebagai tersangka dugaan korupsi impor gula senilai Rp. 400 miliar.
“Sejauh ini, perihal menetapan TTL membuat pro dan kontra di tengah masyarakat. Muncul pertanyaan publik, kenapa hanya mantan Mendag TTL saja yang diproses, sementara mantan Mendag yang lain tidak,” tanya Didi.
Menurut advokat ini, dari tiga kasus yang diungkap Kejaksaan, dugaan gratifikasi di PN Surabaya yang paling menyedot perhatian masyarakat. Kasunya terkait putus bebas terdakwa Gregorius Ronald Tannur (GRT) pelaku penganiayaan terhadap pacarnya, Dini Sera Afrianti, hingga tewas. Pihak Kejagung berhasil mengamankan uang tunai senilai Rp. 3,5 miliar yang telah diterima ketiga oknum hakim PN Surabaya.
“Yang menarik dalam kasus ini, Kejagung berhasil membongkar harta dan pundi uang milik ZR sang mantan pejabat MA hampir mendekati satu triliun rupiah. Dalam kasus ini, pola kinerja penegakan hukum Kejagung luar biasa. Lembaga ini berupaya menghilangkan anggapan hukum tumpul ke atas. Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin membuktikan, sekalipun Ronald Tannur putra anggota Komisi IV DPR, Edward Tannur, kasusnya tetap diproses,” urai Didi yang pernah menjadi anggota DPR RI dari PDI Perjuangan.
Pemerasan dan Pungli
Pada bagian lain dikatakan praktisi hukum ini, dalam hal momentum penertiban aparatur negara dan aparat hukum di awal pemerintahan Prabowo, sepertinya lembaga antirasuah KPK kehilangan taji. Tak perlihatkan aksinya, sebagaimana dilakukan Kejaksaan dan Kepolisian. Muncul pertanyaan, kemana KPK?
“Lembaga itu masih ada, tetap eksis sekalipun diketahui ketuanya, Firli Bahuri, terjerat kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo, serta 90 stafnya melakukan pungutan lair (Pungli),” papar Didi.
Ditambahkan, intinya KPK juga harus bisa menunjukan kinerjanya, khususnya dibidang pencegahan. Di era pimpinan baru ini DPR harus menambah anggaran KPK untuk perkuat fungsi pencegahan.
Selama setahun belakangan ini, katanya, atau sejak Ketua KPK ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya, aksi OTT atau mengungkap kasus korupsi bernilai fantastis seperti dilakukan sebelumnya hampir tak pernah terjadi. Sepi dari tindakan hukum yang selalu menjadi viral di tengah masyarakat.
“Ada aksi memang, tapi terbatas pada proses hukum lanjutan. Tak ada kasus baru dengan tersangka pejabat ternama. Kecuali mengungkap harta “haram” pejabat yang disorot nitizen lantaran flexing, pamer kekayaan seperti kasus Rafael Alun Trisambodo, pejabat Kementerian Keuangan, dan kasus Eko Darmanto, Kepala Bea Cukai Yogyakarta,” papar Didi.
“KPK dibentuk oleh presiden ke 5 Megawati Soekarnoputri pada 2002 dengan ketentuan UU No 30 Tahun 2002 Tentang KPK. Kalau boleh diistilahkan, awalnya lembaga ini sebagai “watchdogs” atau anjing penjaga lantaran Kejaksaan dan Kepolisian pada saat itu dianggap setengah hati menangani kasus2 korupsi,” ungkap Didi.
Sejak itu, lanjutnya, KPK bertindak selaku supervisi bahkan mengambil alih perkara korupsi yang tidak bisa ditangani Kejaksaan maupun Kepolisian. Selain itu, juga merupakan trigger mechanism yang mendorong lembaga-lembaga pemerintah untuk lebih efektif dan efisien dalam hal pemberantasan korupsi.
“Kewenangan KPK selain supervisi, juga pencegahan, penyelidikan, penyidikan, penuntutan tindak pidana korupsi, serta monitoring penyelenggaraan pemerintahan negara,” ungkap Didi.
Namun belakangan ini, lanjut dia, lembaga antirasuah tersebut tercoreng oleh perilaku oknumnya sendiri, sehingga bukan lagi sebagai pemicu mekanisme. Fungsi dan kewenangannya terabaikan. Kini, sudah bukan lembaga bertaji dan ditakuti penyelenggara negara maupun penegak hukum.
Didi berharap, KPK saat ini harus bisa menjadi lokomotif pencegahan prilaku koruptif penyelenggara negara di semua sektor dan tingkatan.
“Sekarang ini, menurut hemat saya, keberadaan KPK seharusnya heavy atau lebih kepada pencegahan korupsi, mengingat dua lembaga hukum lainnya mampu menangani kasus korupsi. Selain itu, untuk menghindari kesan antar lembaga penyidik korupsi tidak saling bersaing,” saran Didi.
Sejauh ini, Kejaksaan dengan Sanitiar Burhanuddin dan Kepolisian bersama Jendral Polisi Listyo Sigit Prabowo nampaknya penyidikan kasus korupsi tak ada lagi kesan tebang pilih, hukum, keadilan dan atas praduga tidak bersalah dikedepankan dan dijunjung tinggi.
“Saya berharap, di era pemerintahan Prabowo, Kejaksaan dan Kepolisian berusaha mengembalikan kepercayaan masyarakat perhadap penegak hukum dan penegakan hukum. Lebih khusus terhadap aparatur negara. Serta bertekad penyidikan kasus korupsi harus bebas dari pengaruh kekuatan politik maupun kekuatan modal,” Pungkas Didi (SE)