Tutup Menu

Kasus Menteri Kominfo Rekor Tertinggi Korupsi di Indonesia

Sabtu, 20 Mei 2023 | Dilihat: 366 Kali
Menteri Kominfo Johnny G Plate - Advokat Alexius Tantrajaya (foto istimewa)
    
Tabloidskandal.com – Sangat diharapkan presiden terpilih pada Pemilu 2024 tidak menempatkan politisi atau kader partai sebagai menteri dijajaran kabinet, hendaknya merekrut generasi muda non partai yang cerdas, jujur, nasionalis, dan penuh semangat membangun bangsa sebagaimana yang dicita-citakan pendiri Indonesia.

“Seperti diketahui, sejak reformasi bergulir di negeri ini, sejak itu pula budaya korupsi di kalangan pembantu presiden (menteri) kian marak. Pelakunya sebagian besar oknum kader partai. Karena itu, saya berharap presiden terpilih 2024 jangan merekrut menteri dari kalangan politisi,” papar advokat senior Alexius Tantrajaya, SH, M.Hum bersaran lewat keterangan tertulis kepada wartawan, Kamis (18/5/2023).

Alexius mewanti-wanti memilih menteri untuk periode 2024-2029, mengingat kasus korupsi yang melibatkan pejabat menteri atau mantan menteri di era reformasi jumlahnya lebih banyak ketimbang pada pemerintahan Soeharto selama 32 tahun.

“Seperti diketahui, sejak pemerintahan Gus Dus hingga Jokowi, atau sekitar 25 tahun, setidaknya ada 13 menteri yang korup. Tercatat, 10 di antaranya kader partai, dan tiga non partai, yaitu Siti Fadillah Supari (Menteri Kesehatan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono/SBY), Achmad Sujudi (Menteri Kesehatan era Presiden Megawati) dan Hari Sabarno (Menteri Dalam Negeri era Presiden Megawati),” urainya tentang tiga menteri bukan kader partai.

Sementara mereka yang kader partai, lanjut alexius, diantaranya Rokhmin Dahuri (PDIP), Andi Mallarangeng (Demokrat), Suryadharma Ali (PPP), Jero Wacik (Demokrat), Idrus Marham. (Golkar), Imam Nahrawi (PKB), Edhy Prabowo (Gerindra), Juliari Peter Batubara (PDIP), Bachtiar Chamsyah (PPP) dan Jhonny G Plate (Nasdem).

“Jumlah duit rakyat yang diduga dikemplang Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Johnny G Plate (JGP) sangat fantastis, yakni sebesar Rp. 8,3 triliun. Sementara menteri yang lain berkisar miliaran hingga puluhan miliar rupiah. Kasus JGP mestinya masuk dalam rekor Museum Muri, atau Guinness World Record,” sebut Alexius.

Yang mengejutkan, katanya, kasus JGP dibongkar oleh Kejaksaan Agung (Kejagung), sudah ditetapkan sebagai tersangka, dan ditahan. Politisi Partai Nasdem tersebut diduga melakukan tindak pidana korupsi pembangunan menara Base Transceiver Station (BTS) 4 G, serta infrastruktur pendukung Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informatika (BAKTI).

“Dalam konteks kasus JGP, bagi Kejaksaan Agung maupun KPK, merupakan momen yang tepat untuk menunjukan profesionalitas, serta komitmennya dalam pemberantasan korupsi. Setidaknya, ikut serta dalam mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih dan bebas korupsi, sehingga kemakmuran dan keadilan masa depan bangsa Indonesia bisa lebih cepat dapat terwujud,” papar advokat yang banyak menangani kasus ekonomi.

Alexius bersaran, upaya Kejagung memproses hukum kasus menteri aktif JGP sekaligus menahannya, seharusnya mendapat apresiasi atas keberanian dan ketegasan dalam penegakan hukum. Apalagi yang bersangkutan adalah kolega dalam satu kabinet.

Selain itu, tambahnya, Kejagung harus mengusut tuntas siapa saja yang terlibat dalam pembobolan anggaran pembangunan menara BTS 4 G tanpa kecuali, dan bertanggung jawab secara hukum, agar dapat menimbulkan efek jera sekaligus peringatan bagi para menteri lainnya untuk tidak melakukan perbuatan korupsi.

“Pihak Kejagung tentu tak serta merta melakukan tindakan terhadarp JGP,  secara profesionalitas tindakan hukum itu tentu didukung oleh alat bukti cukup, bahwa telah terjadi tindak pidana korupsi yang telah merugikan keuangan negara. Mengingat JPG mempunyai hak hukum untuk melakukan upaya hukum untuk mengajukan upaya Praperadilan atas ditetapkannya sebagai tersangka dan penahanannya sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 77 sampai pasal 83 UU No. 8 tahun 1981 tentang KUHAP,” urainya.

Lebih jauh dikatakan, kasus korupsi fantastis itu harus menjadi perhatian serius anggota dewan untuk segera membahas RUU Perampasan Aset Tindak Pidana (korupsi) menjadi Undang-Undang. Apalagi Presiden Jokowi pada 4 Mei 2023 berkirim surat kepada Ketua DPR RI yang isi agar rancangan ketentuan hukum memiskinkan koruptor dibahas, mengingat RUU itu sudah diserahkan secara resmi oleh pemerintah kepada DPR sejak 2016, namun belum menjadi prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

“Kasus JGP dan belasan menteri lainnya, serta puluhan oknum politisi anggota DPR, dan puluhan pejabat daerah yang korup, sebagai bukti bahwa hukuman penjara tidak cukup membuat jera. Perbuatan itu masih terus dilakukan, bahkan secara kuantitas tiap tahun meningkat. Karena itu, menurut saya, upaya memiskinkan atau merampas harta milik pejabat korup oleh negara harus segera dilakukan. Tak ada alasan bagi DPR RI menunda Prolegnas RUU Perampasan Aset Tindak Pidana (korupsi),” pungkas Alexius. (Ajie Jahrudin)

 

Dapatkan Info Teraktual dengan mengikuti Sosial Media TabloidSkandal.com