JAKARTA – Tabloidskandal.com ll Gelombang demo terus bergulir di negeri ini pasca pemerintah menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada 3 September 2022. Tuntutannya, agar kebijakan yang notabene bikin rakyat menderita itu dibatalkan.
Seperti diketahui, ketika harga BBM naik, maka seluruh harga bahan pokok dan kebutuhan lainnya otomatis melambung. Hal ini sangat membenani hajat hidup masyarakat.
Wajar jika mahasiswa dan elemen masyarakat melakukan aksi demo, menuntut agar pemerintah mengkaji ulang kembali kebijakan harga BBM. Kebijakan yang dinilai tak bersahabat dengan rakyat.
Sebaliknya, pemerintah pun tak bisa dipersalahkan menaikan harga BBM, mengingat harga minyak mentah dunia melambung tinggi.
Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun 2022, yang telah disepakati DPR pada 9 September 2021, dengan nilai asumsi harga minyak mentah dikisaran 63 dolar AS per-barel.
Beban Berat
Akan tetapi, menurut Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir, akibat kondisi geopolitik global harga baru minyak mentah mencapai 95 dolar per-barel. Kondisi itu membuat beban APBN meningkat, apalagi Indonesia masih mengimpor minyak untuk memenuhi kebutuhan BBM sebanyak 700 ribu barel per-hari.
Beban pemerintah cukup berat, memang. Selisih harga dari nilai asumsi RAPBN dengan harga baru minyak dunia sebesar 32 dolar per-barel. Sementara impor minyak mentah guna memenuhi kebutuhan BBM di dalam negeri dikisaran 700 ribu barel per-hari. Itu artinya, nominal selisih harga yang menjadi beban pemerintah tak kurang dari 22,4 juta dolar AS per-hari.
Lantas, apakah mungkin harga BBM diturunkan kembali oleh pemerintah? Kalau menurut Erick Thohir, hal itu bukan mustahil terjadi jika harga minyak dunia turun pada nominal 75 dolar AS per-barel.
Jika tak terjadi penurunan, maka konsekuensinya masyarakat harus merogoh kocek lebih dalam lagi. Sebab, yang semula harga Pertalite Rp 7.650 jadi Rp 10.000 per-liter, Solar yang tadinya Rp 5.150 menjadi Rp 6.800 per-liter, dan Pertamax dari Rp 12.500 naik Rp 14.500 per-liter. Kenaikan itu tentu saja jadi beban masyarakat.
“Itu beban nyata yang harus dihadapi rakyat negeri ini. Suka atau tidak suka, mau atau tidak mau, pemerintah mesti mengurangi subsidi terhadap harga BBM di dalam negeri,” papar advokat senior Alexius Tantrajaya melalui pesan chat kepada Tabloidskandal.com, Jumat (9/9/2022).
Menurutnya, kondisi klasik yang terjadi setiap muncul kebijakan harga BBM adalah efek domino, memicu terjadinya kenaikan harga bahan pokok dan kebutuhan lain masyarakat.
“Dalam konteks ini, pemerintah mesti antisipasi efek domino dampak BBM naik. Sebab, pastinya diikuti dengan kenaikan harga kebutuhan pada kisaran 35 sampai 70%. Kenaikan itu tentu saja jadi beban rakyat, yang belum pulih dari penderitaan Covid-19 selama dua tahun,” kata praktisi hukum ini.
Berkaitan dengan pengurangan subsidi BBM, Alexius berharap pemerintah menerbitkan kebijakan lain berupa kompensasi terhadap anggota masyarakat kurang mampu agar tidak semakin menderita.
Seperti diketahui, sebelum harga BBM dinaikan, Presiden Joko Widodo sudah mengantisipasi dengan bantuan langsung tunai (BLT) BBM kepada 20,6 juta warga kurang mampu. Juga bantuan subsidi upah (BSU) kepada 16 juta pekerja bergaji maksimum Rp 3,5 juta per-bulan.
Berkaitan dengan BLT dan BSU, Alexius mengingatkan agar pemberiannya tepat sasaran, dan jangan sampai digrogoti oleh tikus-tikus birokrat. Sebab, sejauh ini baik BLT maupun subsidi BBM tak jarang dimanfaatkan oleh mereka yang mampu. Kendaraan mewah, tapi BBM yang dipergunakan seperti Solar maupun Partalite, merupakan produk dari jenis yang disubsidi pemerintah. Memalukan.