Tutup Menu

Kriminalisasi Atas Dugaan Mafia Tanah

Dirjen Ham Kemenkumhan Rl Melayangkan Surat Ke Polda Metro Jaya.

Rabu, 16 November 2022 | Dilihat: 648 Kali
Putri Mega Citakhayana (Kiri) Ike (Insert Gmbar)
    
Oleh : Putri Mega Citakhayana
Polda Metro Jaya yang seharusnya menjadi pusat penegakan hukum justru diduga menjadi sarang mafia sebagaimana dugaan masyarakat akhir-akhir ini. Dr. Ike Farida, S.H., LL.M adalah korban kenakalan pengembang properti PT Elite Prima Hutama, anak perusahaan Pakuwon Jati Tbk Group.

Korban seharusnya dilindungi dan dibela sepenuhnya oleh para penegak hukum di Indonesia, terkhusus Kepolisian Indonesia. Bukan malah sebaliknya diserang dari berbagai pihak dan bahkan dijadikan tersangka tanpa berdasar oleh Penyidik Unit 5 Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya.

Dugaan pelanggaran kode etik kasus berawal dari Ike Farida yang membeli apartemen dari PT Elite Prima Hutama (PT EPH) selaku pengembang dan sudah dibayar lunas pada 30 Mei 2012.

Saat itu, dirinya terbujuk iming-iming bahwa unit bisa langsung dihuni, PPJB dalam seminggu ditandatangani dan semua perizinan sudah lengkap. Agar bujuk rayunya berhasil, Ike diberikan tambahan keuntungan berupa harga diskon yang menggiurkan asalkan dalam 2 hari dibayar lunas.

Setelah dibayar, ternyata semua janji dan iming-iming Pakuwon tidak pernah ditepati. Unit apartemen tak kunjung diberikan dan PPJB tidak dilaksanakan. Bukannya mendapatkan haknya, justru Ike dilaporkan sebagai tersangka tanpa alasan yang berdasar. Tidak hanya itu, hak-hak asasi Ike selaku WNI juga turut dilecehkan. Di antaranya berupa: HAM untuk memiliki tempat tinggal, diperlakukan diskriminatif karena kawin dengan WN Jepang.

Padahal baik perempuan maupun laki-laki WNI setara di hadapan hukum. Bahkan Pakuwon Jati Tbk dengan kejam menyarankan Ike untuk menceraikan suaminya terlebih dahulu kalau ingin mendapatkan unitnya. Padahal sudah menjadi hak asasi semua perempuan untuk mempertahankan perkawinannya dan tidak ada seorang pun yang berhak merebut hak tersebut.

Ike melaporkan pihak PT EPH, Alexander Stefanus, Stefanus Ridwan dan beberapa jajarannya atas dugaan tindak pidana penggelapan dan penipuan. Alexander Stefanus yang telah menjadi tersangka justru kasusnya dihentikan secara ajaib dalam waktu sangat cepat, dan berakhir pada SP3.

Penghentian kasus LP No LP/3621/X/2012/PMJ/ Ditreskrimum yang dilaporkan Ike terjadi dengan cepat dan janggal ini menegaskan bahwa kuatnya dugaan ketidakberesan dalam penanganan perkara di Unit IV Harda Ditreskrimum Polda Metro Jaya.

Ike yang terus-terusan dinakali oleh pengembang dan para penegak hukum tak gentar dan tak mundur selangkah pun dalam melawan rentetan ketidakadilan yang dialaminya. Ike-pun meminta perlindungan dari Kompolnas, Ombudsman RI, Komnas HAM, Komnas Perempuan, Indonesian Police Watch, DPR RI, bahkan Presiden dan Kemenkumham RI.

Atas pengkriminalisasian korban mafia tanah ini, Dirjen HAM Dr. Mualimin Abdi kemudian melayangkan surat kepada Pol. Fadil Imran selaku Kapolda Metro Jaya dan merekomendasikan agar menghentikan penyidikan laporan PT EPH yang menuduh Ike telah melakukan pemalsuan novum.

Rekomendasi itu muncul karena telah ada Putusan PN Jaksel No. 119/Pdt.Bth/2022/PN.Jkt.Sel tanggal 3 Agustus 2022 yang menyatakan bahwa PT EPH adalah PELAWAN YANG TIDAK BENAR dan seluruh dalilnya ditolak oleh Majelis Hakim.

Bisa disimpulkan bahwa seluruh dalil dari Grup PT Pakuwon Jati/PT EPH adalah tidak benar. Dalil yang sama juga dijadikan EPH dalam mengkriminalisasi Ike di Polda Metro.

Ike melalui kuasa hukumnya juga telah mengirimkan surat kepada Kapolri, Irwasum Mabes Polri, Kompolnas RI, Kadiv Propam, Kapolda Metro Jaya sejak Januari 2022 hingga November 2022.

Sudah banyak surat yang kami kirimkan, belasan mungkin puluhan surat meminta perlindungan dan penegakkan hukum atas dugaan pelanggaran kode etik oknum kepolisian.

Diduga adanya oknum yang bersindikasi dengan pengembang dalam mengkriminalisasikan dirinya selaku pembeli yang tidak bersalah. Kita tidak boleh ragu untuk menyatakan sesuatu yang benar adalah benar, dan yang salah adalah salah. Klien kami didiskriminasikan, alasannya selalu berubah-ubah.

Karena Ike Farida adalah perempuan yang kawin dengan WNA menurut Pakuwon tidak berhak beli apartemen, disuruh bercerai, atau pinjam nama salah satu perusahaan mereka sebagai pembeli, dan macam- macam alasannya. Setelah diberikan perjanjian kawin pun tetap tidak diserahkan. Sekarang sudah ada 4 putusan final (inkracht) dari Mahkamah Agung-pun tetap diabaikan. Kepolisian juga punya semua bukti-bukti tersebut, tapi tetap mengabaikannya.

Rakyat kecil dieksploitasi sebagai objek pengkriminalisasian, diintimidasi dengan dalih bahwa penyidik punya kewenangan untuk menyidik, menjadikan tersangka atau memasukkan seseorang dalam DPO, itukan tidak benar.

Kami harap, sambung Ike, Bapak Presiden RI, Menkopolhukam dan Kapolri mengambil langkah tegas, dengan mengganti orang-orang yang tidak profesional, menyalahgunakan kewenangan, dan melanggar hukum serta kode etik.

Perlindungan dan penegakan hukum di Indonesia semakin lama semakin tidak karuan. Sudah saatnya Indonesia memperbaiki sistem serta proses berjalannya hukum yang mana dapat dimulai dari membenahi serta membersihkan institusi penegak hukum beserta jajarannya dari para oknum dan tangan-tangan penguasa yang seenaknya mempermainkan hukum untuk menindas pihak yang lemah tanpa kuasa. Mengkhianati dan mempermainkan hukum serta mengkriminalkan orang yang tidak bersalah harus segera dihentikan agar tidak ada lagi masyarakat yang dirugikan dan dijadikan korban seperti halnya yang dialami oleh Ike.

Perlindungan hukum terhadap masyarakat yang dinakali oleh para penguasa harus segera dilakukan dalam waktu secepat-cepatnya dan tanpa pandang bulu karena keamanan, keadilan, dan kesejahteraan mutlak harus didapatkan setiap orang.

Dapatkan Info Teraktual dengan mengikuti Sosial Media TabloidSkandal.com