Karimun Skandal -
Pembebasan lahan di Teluk Paku sebelum adanya pemekaran, di mana lokasi tersebut masih di bawah naungan pemerintah Kelurahan meral Kecamatan Karimun Kabupaten Tanjung Pinang Provinsi Riau, yakni pada tahun 1993 itu Ternyata memiliki catatan kelam.
Panitia pembebasan lahan di lakukan oleh Tim 9, melibatkan, mulai dari pemerintah kecamatan Karimun, Lurah meral , RT dan RW, mematok harga tanah kepada warga teluk paku sebesar dua ratus rupiah ( Rp 200 ) permeternya.
Namun tiga bulan berikutnya harga berubah menjadi lapan ribu lima ratus rupiah ( Rp 8.500 ) karena adanya perlawanan dari warga wdan campur tangan LSM dari jakarta membantu warga.
Pastinya korban salah satu dari sekian banyak warga teluk paku masa lalu adalah kami sendiri, ujar Darmadi kelahiran teluk paku tahun 1971 itu.
Pada masa itu lahan kami di bebaskan masih sebahagian dari luas keseluruhannya.
Setelah di ukur dan di tentukan titik kordinatnya oleh Pihak PT Citra Karimun Perkasa (PT CKP ) seluas 2 Hektar,lalu di ganti rugi oleh Tim 9 di Kantor camat Karimun seharga sebelas juta dua ratus ribu rupiah( Rp 11.200.000 ) termasuk di atas lahan ada bagunan rumah semi permanen, kandang ternak kabing,kandang ayam, dan ada tanaman kelapa dan tanaman tanaman lainnya.
Ketika Pembayaran ganti rugi di kantor Camat Karimun kami merasa ada kejanggalan, saat penerimaan uang, bapak di suruh menanda tangani kwitansi kosong.
Setelah itu kami di suruh Pindah , namun orang tua kami masih tetap bertahan, karena lahan kami belum seluruhnya di bebaskan,masih ada lagi sisa tanah seluas - + 1, 5 Hektar.
Setiap hari kami di intimidasi, oleh oknum-oknum parat,agar kami segera meninggalkan tanah dan rumah.
Sampai suatu hari bapak ( orang tua kami ) di bawa kekantor oleh oknum TNI, Bapak di siksa dan di ancam, apa bila 1x 24 jam kami tidak meninggalkan tanah dan rumah, maka keluarga kami akan tinggal nama, alasannya alat berat segera masuk untuk meratakan tanah, dan oknum aparat itu menyebut lagi bahwasanya tanah tersebut di peruntukkan untuk kepentingan negara, terang Darmadi.
Bapak sayang keluarga, karena kami merasa tidak nyaman dan ketakutan, akhirnya kamipun Pindah.
Setelah kami pindah , keseluruhan termasuk sisa tanah kami seluas 1, 5 Hektar di ratakan menggunakan alat berat, ternyata di bangun untuk perusahaan galangan kapal, yakni perusahaan PT Karimun Sembawang Shipyard ( KSS ).
Kami tidak tinggal diam, berkat bantuan Pak Andi Marsinau dari Lembaga Bantuan Hukum ( LBH ) di Karimun kami terus berjuang hingga beberapa tahun kemudian kami kembali menguasai dengan melakukan pemagaran terhadap sisa tanah kami seluas - + 1, 5 Hektar yang masih berada area perusahaan PT KSS.
Berdasarkan surat keterangan RT RW dan pelepasan hak dari pihak Perusahaan PT CKP, pada tahun 2002 dan pada masa itu sudah pemekaran dimana Kecamatan karimun menjadi kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau ( Kepri ), kami lanjutkan mengurus sertifikat Hak tanah Kekantor BPN Karimun, dan terbitlah surat keterangan ukur dari BPN Karimun.
Namun untuk mengambil alih tanah kami tidak lah mudah, Perusahaan PT KSS melakukan pemagaran beton melakukan pembangunan di atas tanah kami.
Di balik perjuangan kami, ntimidasi masih saja terus terjadi, kami sudah berupaya pengajukan perdamaiyan melalui Bupati Karimun masa itu, agar sisa lahan kami seluas 1, 5 Hektar di lakukan pembayaran,namun itupun tak pernah terwujud.
Karena kami terus bersikeras memperjuangkan hak atas tanah kami, kemungkinan berdasarkan laporan dari pihak PT KSS , pada tahun 2003 bapak pernah di tangkap di jalan oleh oknum aparat kepolisian karimun dan di tahan selama tiga hari tanpa ada pemberitahuan kepada kami sebagai pihak keluarga.
Setelah di tahan selama tiga hari, lalu bapak di bebaskan, bapak tidak bercerita adanya penyiksaan, namun kondisi kesehatannya terus menerus menurun, dan akhirnya Bapak meninggal dunia pada tahun 2004.
Tahun femi tahun kami terus berjuang menuntut hak atas tanah kami, hingga beberapa bulan lalu tahun 2020 ini, melalui kuasa hukum ,kami menyurati pihak Perusahaan PT KSS untuk berdamai, namun tidak ada kesimpulannya, hingga akhirnya kami melakukan gugatan kepengadilan Negri Tanjung Balai Karimun, mediasi berjalan kurang kebih memakan waktu selama dua bulan dan itu pun gagal tidak ada kesepakatan ntuk damai, akhirnya sidang pun berlanjut.
Sidang perdana jatuh pada tanggal 1 juli 2020,namun pihak perusahaan sebagai pohak tergugat tidak hadir, sidang pun di tunda pada tanggal 5 agustus 2020.
Meskipun perjuangan ini tidak mudah, meskipun saya menyimpan amarah dan warga simpatisan mulai marah, namun saya percaya Hukum dan keadilan di jaman Jokowi saat ini masih ada , ucap Darmadi menutup perbincangannya kepada media ini.( Lbn )