Palu,Skandal
Aktivitas Pertambangan PT.Mulia Pacifick Resources ( PT. MPR ) di Desa Tontowea di Kecamatan Petasia Barat, Kabupaten Morowali Utara, kembali menuai protes dari masyarakat Desa Tontowea.
Demikian rilis yang diperoleh Skandal dari advokasi Jatam Sulteng pagi ini.
Protes itu mencuat, karena diduga aktivitas pertambangan ini sudah mencemari sumber air bersih masyarakat di Desa Tontowea. Perusahaan juga terkesan tidak terbuka kepada masyarakat, lantaran sampai saat ini pihak perusahaan tidak pernah melakukan sosilisasi terkait rencana penambangan yang akan dilakukan di Desa Tontowea setelah mengantongi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi dari Pemerintah.
Bahkan, seperti dikatakan Moh. Taufik,
Eksekutif Kampanye dan Advokasi JATAM SULTENG, PT. MPR sendiri adalah salah satu perusahaan tambang yang digugat oleh jaringan advokasi tambang Sulawesi Tengah di Pengadilan Negeri Poso pada September 2018.
Digugatnya PT. MPR karena diduga terlibat dalam pencemaran lingkungan di pesisir pantai yang ada di Dusun Lambolo, Desa Ganda Ganda.
"Kasus PT. MPR adalah salah satu contoh lemahnya pengawasan pengelolaan sumber daya alam di sektor pertambangan di Sulawesi Tengah," demikian rilis advokasi Jatam Sulteng.
Karena itu, tambah Taufik, Jatam meminta kepada pemerintah provinsi maupun kabupaten yang masih diberikan kewenangan oleh undang undang, khususnya instansi terkait yang melakukan pengawasan terhadap aktivitas pertambangan di Provinsi Sulteng melakukan pengawasan serius terhadap perusahaan perusahaan tambang bermasalah, khususnya perusahaan tambang yang tidak menaati aturan.
"Kami juga meminta kepada kepada pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah untuk meninjau kembali pemberian izin izin tambang di Sulteng dan mencabut izin tambang yang secara administrasi bermasalah dan tidak berstatus CNC ( Clean And Clear).
Jatam Sulteng dalam temuannya menemukan Sedikitnya 67 Izin Usaha Pertambangan di Sulteng tidak mengantongi status CnC. (Red)