Terkait Kasus Teddy Minahasa
Ketua SETARA Hendardi: Akselerasi Reformasi Polri Mutlak Diperlukan
Minggu, 16 Oktober 2022 | Dilihat: 528 Kali
(foto istimewa)
JAKARTA –Tabloidskandal.com ll Ketua SETARA Institute Hendardi menyingkapi tindakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumpulkan sekitar 559 pejabat Polri dan unsur Mabes Polri di Istana sebagai agenda luar biasa, dan merupakan gambaran kegeramannya atas kinerja institusi Polri dalam menjalankan mandat Konstitusional dalam hal keamanan, perlindungan dan penegakan hukum.
Demikian dinyatakan Hendardi dalam keterangan tertulis yang diterima Tabloidskandal.com, Sabtu (15 Oktober).
Menurutnya, pengarahan massal seperti ini tampaknya kali pertama terjadi bagi Polri di masa Jokowi. Meskipun geram, Jokowi sesungguhnya masih sangat mempercayai Jenderal Listyo Sigit Prabowo mampu memimpin reformasi Polri.
Hendardi menegaskan, seperti halnya banyak kementerian yang menghibur diri dan menghibur atasannya, yakni presiden, dengan menunjukkan kinerja melalui survei-survei kepuasan yang sangat generalis, bias dan tidak purposive kepada ahli yang menguasai isu terkait. Dan institusi Polri juga terjebak dengan prosentase kepercayaan publik yang fluktuatif, tanpa lebih dalam mendeteksi persoalan akut dan fundamental yang menuntut penyikapan holistik dan berkelanjutan.
“Akibatnya, secara terus menerus dan beruntun, berbagai persoalan di tubuh Polri menyeruak ke public,” paparnya.
Setelah kasus FS (Ferdy Sambo), lanjut Hendardi, kemudian kontroversi konsorsium 303, kegagalan pencegahan potensi kerusahan di Kanjuruhan, kali ini kasus narkoba yang diduga menjerat petinggi Polri. Rangkaian peristiwa ini terus merusak kepercayaan publik dan semakin melemahkan kinerja Polri.
Menurutnya, bukan hanya daya rusak internal yang mengoyak soliditas anggota dan pimpinan Polri tetapi juga daya rusak bagi publik karena keadilan yang terusik. Bahkan, karena peristiwa-peristiwa itu, berbagai kinerja Polri lainnya, juga diragukan profesionalitas dan imparsialitasnya oleh publik.
“Secara sistematis dan massif gugatan atas kinerja Polri terus bergulir, termasuk kinerja Polri dalam penanganan terorisme,” ujar Hendardi.
Ditambahkan, kelompok seperti eks- HTI dan FPI misalnya, terus menerus mempersoalkan kinerja Polri dan menyebarkan berbagai propaganda yang melemahkan institusi Polri yang saat ini menemukan momentumnya. Belum lagi dugaan perkubuan dalam tubuh Polri yang jika terus dibiarkan akan semakin melemahkan Polri.
Oleh karena itu, kata Hendardi, sebagaimana pesan Jokowi dalam pengarahan hari ini ke pimpinan Polri, bahwa Polri harus solid dan harus tampil percaya diri (karena) kalau terlihat ragu dan tidak tegas justru akan semakin menurunkan kepercayaan publik.
Keretakan dan terganggunya kohesi anggota di tubuh Polri, menurut dia, bukan hanya akan melemahkan kepercayaan publik tetapi potensi politisasi sistematis kelompok-kelompok tertentu, baik yang sejak lama menanti momentum ini karena merasa diperlakukan tidak adil dalam penegakan hukum, maupun conflict entrerpreneurs yang memanfaatkan kelemahan Polri hari ini untuk mengganggu keamanan, melakukan tindakan terorisme, maupun menciptakan instabilitas.
“Tidak ada jalan lain bagi Polri kecuali melakukan percepatan reformasi Polri dengan suatu desain komprehensif, berbasis bukti (evidence based) dan berkelanjutan. Polri harus solid, profesional, berintegritas dalam menjalankan mandat, sebagaimana pesan Jokowi. Karena jika tidak berbenah, pada akhirnya, kinerja Polri juga akan merusak kinerja Jokowi, karena Jokowi adalah atasan Kapolri,” pungkas Hendardi. (*/H. Sinano Esha)