Aset Tambang Marmer Jacob Dikuasai Oknum Pengusaha Asal China
Selasa, 25 Oktober 2022 | Dilihat: 872 Kali
PN Pangkajene - Advokat Alexius Tantrajaya dan Rene Putra Tantrajaya Pembela Terdakwa Jacob Arifin (foto istimewa)
Pelapor : H. Sinano Esha
JAKARTA –Tabloidskandal.com ll Warga Negara China Li Ai Bin dihadirkan sebagai saksi pada persidangan ke lima dalam kasus dugaan penggelapan senilai Rp 740 juta yang dilakukan terdakwa Jacob Arifin di Pengadilan Negeri (PN) Pangkajene, Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan, oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Akhmad Diputra Dwi, SH, Senin (24/10/2022).
Di hadapan Majelis Hakim PN Pankajene pimpinan Ima Fatima Djupri, SH, MH saksi menerangkan, bahwa pada Juni 2021 bersama saksi Lin Zhen (warga China) menyewa pabrik pengolahan batu marmer dan lahan lokasi tambang marmer PT Graha Tunggal Tata Persada (PT GTTP) di Kabupaten Pangkep milik terdakwa.
Sebagaimana dakwaan JPU, juga dijelaskan saksi Li Ai Bin kalau kerja sama tersebut berjangka waktu lima tahun, terhitung Juni 2021 hingga Juni 2026. Selanjutnya, kegiatan operasional pengolahan batu marmer oleh Li Ai Bin dan Lin Zhen diserahkan kepada Ng Yong Chin.
Hasil produk batu marmer sebanyak 18 kontainer kemudian diekspor ke China, nominal penjualannya sekitar Rp 747 juta. Oleh terdakwa disarankan agar pembayarannya menggunakan rekening PT GTTP di Bank BNI, sesuai instruksi IUP untuk pajak dan retribusi Pemda Sulsel.
Akan tetapi, dakwaan JPU menyebut, bahwa hasil penjualan batu marmer dicairkan oleh terdakwa untuk kepentingan pribadi, bukan diserahkan kepada Li Ai Bin dan Lin Zhen selaku mitra kerjanya.
“Perbuatan tersebut merupakan tindakan melawan hukum yang dilakukan terdakwa, sebagaimana di atur dalam Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),” kata JPU dalam dakwaannya.
Balik Lapor
Menurut advokat Alexius Tantrajaya, SH, M.Hum, selaku kuasa hukum terdakwa Jacob Arifin, apa yang paparkan saksi Li Ai Bin di persidangan tidak benar. Justru seluruh aset milik kliennya, baik pabrik maupun tambang batu marmer, kini dikuasai oleh kelompok warga negara China yang mengaku sebagai investor lewat kontrak kerjasama.
“Apa yang dituduhkan kepada klien kami itu tidak benar. Saran terdakwa agar transaksi pembayaran melalui rekening PT GTTP sesuai ketentuan perijinan tambang, karena berkaitan restribusi dan pajak yang harus diserahkan kepada pemerintah daerah setempat,” jelasnya kepada Tabloidskandal.com, Selasa (25/10/2022).
Adalah tidak benar, lanjut Alexius, Jacob Arifin dituduhkan menggelapkan dana hasil penjualan batu marmer. Pihaknya akan memperlihatkan bukti-bukti formil di persidangan berikutnya.
Dijelaskan, terdakwa selaku pemilik tambang dan pabrik marmer yang di kontrak saksi justru dirugikan. Hal ini mengingat sesuai perjanjian kontrak, saksi harus membayar uang sewa kepada terdakwa sebesar Rp. 7 milyar, dan Rp. 300 juta serta Rp. 500 juta untuk selama 6 bulan sejak kontrak ditandatangani.
“Tetapi dibayar secara berangsur hanya sebesar total Rp. 3,1 milyar saja, dan area tambang serta pabrik pengolahan marmer milik terdakwa sudah dikuasai saksi dan sudah produksi,” ungkap Alexius.
Menurutnya, uang hasil penjualan marmer sebesar Rp. 740 juta yang dituduhkan digelapkan, justru digunakan oleh terdakwa untuk membayar tunggakan tagihan listrik yang tidak dibayar oleh saksi sehingga berakibat listrik di area tambang dan pabrik marmer dicabut oleh PLN. Dan juga untuk membayar BPJS karyawan dan pesangon atas PHK karyawan yang tidak dibayar oleh saksi.
“Merasa diperdaya, terdakwa telah melapor balik Ng Yong Chin dkk ke Polda Sulsel dengan sangkaan melakukan penggelapan dan pencurian excavator miliknya. Polisi telah menahan yang bersangkutan,” papar advokat senior tersebut.
Selanjutnya Alexius menjelaskan, awalnya kelompok WN China itu berjanji akan menyuntik dana senilai Rp. 7 miliar kepada PT GTTP untuk produksi marmer. Tapi investasi yang dijanjikan tak mereka penuhi, berikut uang sewa alat dan tambang marmer senilai Rp. 800 juta untuk jangka waktu 6 bulan sebelum operasional, juga tidak dibayar.
“Itupun tidak dipenuhi, mereka cuma setor berangsur hingga senilai Rp. 3,110 miliar, tapi diakhir kontrak pada 2026 klien kami harus mengembalikan sebesar Rp Rp. 5 miliar. Ini lucu,” ujarnya.
Pengacara ini mengibaratkan, terdakwa Jacob Arifin sudah jatuh tertimpa tangga. Asetnya dirampok oleh orang-orang China itu, lalu dituduh menggelapkan uang hasil penjualan marmer sebesar Rp. 740 juta.
“Saya berharap Pengadilan Negeri Pangkajene memberikan keadilan kepada Jacob Arifin yang teraniaya oleh orang-orang yang mengaku investor,” harap Alexius kepada majlis hakim yang mengadili perkara kliennya.