Pembela: Pengusaha Jacob Arifin Tak Terbukti Melanggar Hukum
Rabu, 07 Desember 2022 | Dilihat: 823 Kali
Advokat muda Rene Putra Tantrajaya, SH, LLM membacakan pembelaan kasus pengusaha Jacob Arifin di PN Pangkajene
Penulis : Risnawati Maharadja
PANGKEP –Tabloidskandal.com ll Menurut ketentuan hukum, pengusaha tambang batu marmer Jacob Arifin yang diduga melanggar Pasal 372 KUHP, tidak terbukti melakukan tindak pidana seperti yang didakwakan jaksa. Justru perkara yang membelitnya adalah perdata karena kaitannya adalah kontrak kerja bidang usaha penambangan marmer.
Hal itu disampaikan advokat muda Rene Putra Tantrajaya, SH, LLM, dalam nota pembelaan atas tuntutan jaksa terhadap terdakwa Jacob Arifin yang dibacakan di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Pangkajene pimpinan Ima Fatima Djupri, SH, MH, Kamis (1 Desember 2022).
Pada persidangan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Akhmad Diputra Dwi, SH menuntut terdakwa setahun dan 10 bulan penjara, lantaran terbukti bersalah melakukan penggelapan sebagaimana diatur dalam Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Menurut JPU, hasil penjualan produk batu marmer sebanyak 18 kontainer ke China, dengan nominal sekitar Rp 747 juta, yang oleh terdakwa disarankan agar pembayarannya menggunakan rekening milik perusahaannya, PT Graha Tunggal Tata Persada (PT GTTP), di Bank BNI. Atau sesuai instruksi IUP untuk pajak dan retribusi bagi pemerintah daerah setempat.
Akan tetapi, JPU dalam tuntutan menyebut, bahwa hasil penjualan batu marmer dicairkan oleh terdakwa untuk kepentingan pribadi, bukan diserahkan kepada Li Ai Bin dan Lin Zhen selaku mitra kerjanya.
“Perbuatan tersebut merupakan tindakan melawan hukum yang dilakukan terdakwa, sebagaimana di atur dalam Pasal 372 KUHP,” sebut JPU.
Atas tuntutan itu, kuasa hukum Jacob Arifin dari Law Firm Alexius Tantrajaya and Partners menyatakan dalam pembelaannya, bahwa terdakwa tidak terbukti secara hukum melakukan tindak pidana seperti yang didakwakan JPU.
“Berdasarkan fakta-fakta yang dihadirkan di persidangan dan fakta yuridis, terdakwa Jacob Arifin tidak cukup bukti melakukan tindak pidana, sebagaimana diatur dalam Pasal 372 KUHP, karena itu sudah sepatutnya terdakwa dibebaskan dari dakwaan,” sebut Rene, alumni strata 2 Leeds University United Kingdom (Inggris), jurusan International Business Law (2014-2015).
Menurut tim pembela terdakwa, perkara tersebut berkaitan dengan kontrak penambangan marmer tertanggal 10 Juni 2021, antara PT Graha Tunggal Tata Persada (PT GTTP) dan PT Anugerah Delta Abadi milik Jacob Arifin dengan Li Ai Bin dan Lin Zhen (WN China) selaku penyewa tambang dan pabrik yang terletak di Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan (Sulsel).
“Sesuai kesepakatan bersama, jika timbul perselisihan maka akan diselesaikan secara musyawarah. Apabila penyelesaian gagal, disepakati akan diajukan ke lembaga arbitrase, bukan secara pidana ke polisi kemudian ke pengadilan umum,” urai Rene dalam pembelaan.
Lebih jauh diuraikan, sebagaimana kesepakatan para pihak bahwa terkait penerimaan dana hasil penjualan produk batu marmer, dimasukan ke dalam rekening perusahaan (PT GTTP). Atau sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Di dalam persidangan, lanjut Rene, terbukti secara sah dan meyainkan kalau dana tersebut digunakan untuk kepentingan dan kelancaran perusahaan. Dan atas seizin para pihak seperti Lia Ai Bin dan Ng Yong Chin. Bukan untuk kepentingan pribadi terdakwa.
“Karena tak terbukti adanya pelanggaran hukum, dengan begitu terdakwa Jacob Arifin tidak dapat dipersalahkan sebagaimana dakwaan Pasal 372 KUHP. Kami mohon kepada majelis hakim agar terdakwa dibebaskan dari dakwaan dan tuntutan hukum,” pinta tim kuasa hukum Jacob Arifin dalam pembelannya.
Dikuasai WN China
Sebelumnya, dikatakan advokat senior Alexius Tantrajaya, SH, M.Hum, selaku kuasa hukum terdakwa Jacob Arifin, bahwa pabrik maupun tambang batu marmer yang kini dikuasai oleh kelompok warga negara China yang mengaku sebagai investor lewat kontrak kerjasama, adalah milik kliennya.
“Apa yang dituduhkan kepada klien kami itu tidak benar. Saran terdakwa agar transaksi pembayaran melalui rekening PT GTTP sesuai ketentuan perijinan tambang, karena berkaitan restribusi dan pajak yang harus diserahkan kepada pemerintah daerah setempat,” jelasnya kepada wartawan beberapa waktu lalu.
Adalah tidak benar, lanjut Alexius, Jacob Arifin dituduhkan menggelapkan dana hasil penjualan batu marmer. Pihaknya akan memperlihatkan bukti-bukti formil di persidangan berikutnya.
Dijelaskan, terdakwa selaku pemilik tambang dan pabrik marmer yang di kontrak saksi justru dirugikan. Hal ini mengingat sesuai perjanjian kontrak, saksi harus membayar uang sewa kepada terdakwa sebesar Rp. 7 milyar, dan Rp. 300 juta serta Rp. 500 juta untuk selama 6 bulan sejak kontrak ditandatangani.
“Tetapi dibayar secara berangsur hanya sebesar total Rp. 3,1 milyar saja, dan area tambang serta pabrik pengolahan marmer milik terdakwa sudah dikuasai saksi dan sudah produksi,” ungkap Alexius.
Menurutnya, uang hasil penjualan marmer sebesar Rp. 740 juta yang dituduhkan digelapkan, justru digunakan oleh terdakwa untuk membayar tunggakan tagihan listrik yang tidak dibayar oleh saksi sehingga berakibat listrik di area tambang dan pabrik marmer dicabut oleh PLN. Dan juga untuk membayar BPJS karyawan dan pesangon atas PHK karyawan yang tidak dibayar oleh saksi.
“Merasa diperdaya, terdakwa telah melapor balik Ng Yong Chin dkk ke Polda Sulsel dengan sangkaan melakukan penggelapan dan pencurian excavator miliknya. Polisi telah menahan yang bersangkutan,” papar advokat senior tersebut.
Selanjutnya Alexius menjelaskan, awalnya kelompok WN China itu berjanji akan menyuntik dana senilai Rp. 7 miliar kepada PT GTTP untuk produksi marmer. Tapi investasi yang dijanjikan tak mereka penuhi, berikut uang sewa alat dan tambang marmer senilai Rp. 800 juta untuk jangka waktu 6 bulan sebelum operasional, juga tidak dibayar.
“Itupun tidak dipenuhi, mereka cuma setor berangsur hingga senilai Rp. 3,110 miliar, tapi diakhir kontrak pada 2026 klien kami harus mengembalikan sebesar Rp Rp. 5 miliar. Ini lucu,” ujarnya.
Pengacara ini mengibaratkan, terdakwa Jacob Arifin sudah jatuh tertimpa tangga. Asetnya dirampok oleh orang-orang China itu, lalu dituduh menggelapkan uang hasil penjualan marmer sebesar Rp. 740 juta.
“Saya berharap Pengadilan Negeri Pangkajene memberikan keadilan kepada Jacob Arifin yang teraniaya oleh orang-orang yang mengaku investor,” harap Alexius kepada majelis hakim yang mengadili perkara kliennya.